Thursday, May 12, 2011

Pendekar Bloon - 5. Sepasang Harimau

Aummm
Bermula Blo'on menyangka bahwa dengan menjadi harimau gadungan itu tentu takkan memakannya. Dan tenanglah ia.
Tetapi ketika harimau itu masuk kedalam rumah dan mengaum dahsyat, serasa tergetarlah genteng-genteng atap karena gema suara raja hutan itu. Sedemikian keras dan dahsyat sehingga jantung Blo' on hampir copot. Ia tak pernah
menyangka kalau seekor harimau itu ternyata sedemikian perkasanya.
Aum . . . karena takut, iapun mengaum menirukan suara
siraja hutan dan terus loncat keluar dari jendela. Ah, ia
terkejut sendiri ketika tubuhnya berhasil menerobos lubang
jendela, terus meluncur keluar halaman, bum
Rasa takut dan ngeri melihat harimau yang begitu seram, membuat Blo'on lupa segala. Lupa apakah ia mampu melompat keluar dari lubang jendela, lupa bagaimana andaikata ia nanti jatuh keluar. Lupa akan rencananya bahwa setelah menjadi 'harimau gadungan' harimau yang aseli itu tentu takkan memakannya. Pendek kata, karena pikirannya hilang semangatnya buyar, ia terus loncat saja keluar jendela.
Harimau heran mengapa kawannya itu malah melarikan diri. Binatang itupun segera loncat menerobos lubang jendela. Dilihatnya harimau Blo'on masih mendekam ditanah. Rupanya karena terbanting ditanah, kepala Blo'on pusing, mata berkunang-kunang sehingga untuk beberapa saat ia tetap rebah tengkurap ditanah.
Demi mendengar harimau loncat keluar dari jendela mengejarnya, Blo'on terkejut dan serentak ia terus loncat bangun lalu . . . lari.
Apabila ia lari dengan merangkak, itu masih dapat dimaklumi. Tetapi si Blo'on lari seperti orang biasa. Dia lupa kalau saat itu dirinya menjadi seekor harimau.
Diluar dugaan, harimau tertegun. Rupanya binatang itu heran mengapa kawannya mendadak dapat berdiri dan lari. Sesait kemudian binatang itupun terus loncat mengejar.
Blo'on lari dan lari sekuat-kuatnya. Tetapi ketika ia berpaling ke belakang, dilihatnya harimau makin dekat dibelakangnya.
Aummm . . . harimau mengaum dan karena kejutnya, Blo'on terpelanting jatuh mencium tanah. Ia pejamkan mata menunggu dirinya dimakan si-raja hutan. Tetapi sampai beberapa saat, ia merasa masih selamat. Buru-Buru ia
membuka mat-a. Melalui mata dari kulit harimau yang
dipakainya itu, ia melihat harimau masih berada dihadapan-
nya.
Baru Blo'on hendak menarik napas legah tiba-tiba harimau itu maju menghampiri dan . . .
"Mati aku "Blo'on menjerit dalam hati ketika harimau itu
ngangakan mulutnya, tepat dimukanya. la terpaksa pejamkan
mata lagi menunggu kematian
"Uh, uh, uh . . ." tiba-tiba ia mendesuh-desuh ketika merasa
kepalanya berayun - ayun maju mundur. Ketika membuka
mata, ia melihat tubuh harimau itu merapat sekali kepadanya.
Dan ketika ia berusaha untuk memandang keatas ternyata
harimau itu tengah menjilati kepalanya
Hampir ia menjerit keras. Untung ia teringat kalau saat itu kepalanya terbungkus dengan kulit kepala harimau. Apabila tidak, tentu kulit gundulnya sudah terkelupas kedalam mulut
harimau
"Auff, auff ..." tiba-tiba pula ia mendesuh-desuh ketika tiba-
tiba harimau itu menjilati mukanya.
Haa . . haaa . . . hasyingngng . . . !
Bau mulut harimau yang memuakkan dan kumisnya yang menusuk kehidungnya, benar-benar menggelitik sekali. Beberapa kali ia berusaha untuk menahan jangan sampai berbangkis namun karena ia tak dapat menggunakan tangan untuk mendekap hidung, akhirnya ia berbangkis juga dengan keras.
Harimau terkejut dan loncat kebelakang, memandang harimau Blo'on lalu menghampiri lagi. Blo'on bingung. Kalau ia diam saja, harimau itu tentu akan menjilati mukanya lagi dan ia tentu akan berbangkis lagi.
Ternyata kulit harimau yang dikenakan si Blo'on itu adalah
Dari harimau betina. Dan harimau yang dating itu
harimau jantan. Sudah beberapa waktu harimau jantan mengamuk dan berkeliaran kemana-mana untuk mencari harimau betina yang hilang. Hilang yang dibunuh Him Pa. Sekarang harimau itu telah menemukan betinanya. Sudah tentu ia rindu sekali. Dijilat-jilatinya kepala, jidat dan muka sang betina dengan mesra. Mesra bagi si harimau jantan tetapi celaka bagi si Blo'on. Ia benar-benar tersiksa karena menyaru menjadi harimau itu. Walaupun harimau jantan itu tak memakannya, tetapi ia benar-benar sebal dan muak karena selalu diciumi dan dijilati harimau itu.
Akhirnya karena bingung dan jengkel, iapun berbangkit lalu mengaum menirukan suara harimau jantan tadi : "Aummm .. "
Ketika harimau jantan menjilati mukanya, Blo'on yang
terpaksa jadi harimau gadungan, hampir muntah. Dan ketika
kumis harimau jantan menggelitik hidungnya, Blo'onpun
berbangkis sekuat-kuatnya
Blo'on terus hendak berbangkit dan lari ke dalam pondok.
"Uh . . ," tiba-tiba mendekam lagi karena teringat kalau dirinya
masih menjadi harimau. Setelah itu ia merangkak ke pintu pondok.
Tiba-Tiba harimau loncat menerkamnya sehingga ia jatuh
terguling-guling. Harimau menghampirinya lalu menjilati kepala dan mukanya lagi dengan mesra.
"Uh, apa-apaan ini ?" Blo'on menggerutu dalam hati. Ia tak
tahu mengapa harimau itu selalu menjilati kepala dan mukanya saja. Karena muak dan jengkel, ia mengaum lagi,
aummm
Harimau itu terkejut, loncat kebelakang. Tetapi ketika melihat Blo'on merangkak kearah pintu, binatang itu loncat
menerkamnya lagi. Dan setelah Blo'on jatuh berguling-guling
binatang itu menjilat-jilat kepala dan mukanya lagi.
Karena terulang beberapa kali, akhirnya timbullah pikiran Blo'on : "Apakah dia melarang aku masuk kedalam pondok ?"
"Celaka !"' kembali Blo'on menjerit dalam hati, "apakah dia
hendak membawa aku pulang ke rumahnya . . . ?" Blo'on benar-benar bingung setengah mati. Gara-Gara
memakai kulit harimau, sekarang benar-benar ia harus
menjadi harimau.
"Kurang ajar, kemanakah batang hidungnya Him Pa
sipemburu itu ?" ia mengomel penasaran. Ia tak menyadari
bahwa apabila tak memakai kulit harimau itu, dia tentu sudah
tertangkap Beruang-sakti Han Tiong. Atau, dia tentu sudah dimakan harimau itu.
Karena tiada lain pilihan, akhirnya. Blo'on terpaksa lepaskan usahanya meloloskan diri. Dia memutuskan untuk ikut pada harimau itu. Nanti apabiia mendapat kesempatan," ia hendak lari atau kalau perlu, mengadu jiwa dengan raja hutan itu.
Demikian dengan hati besar, ia segera merangkak kemuka, keluar dari halaman pondok. Ah, andaikata ia tahu bahwa kulit harimau yang dipakainya itu dari harimau betina dan harimau yang datang itu yang jantan. Tentulah ia akan lebih kaget lagi. Dan andaikata dia dapat membayangkan bagaimana ulah seekor harimau jantan yang bertemu dengan yang betina, dia tentu akan lemas. Mungkin kalau tidak besar nyalinya, tentu sudah mati kaku.
Untunglah si Blo'on itu seorang Blo'on. Dia tak menyadari hal itu. Maka enak saja ia merangkak keluar, diiring oleh harimau jantan.
Aum . . . harimau jantan itu loncat ke samping jalan lalu masuk kedalam hutan. Tetapi Blo'on tak mau.
"Huh, siapa sudi berjalan merangkak di dalam hutan" ia menggerutu dalam hati dan tetap merangkak di sepanjang jalan.
Rupanya harimau jantan itu heran mengapa betinanya tak mau menyusul. Ia berhenti baru menerobos keluar ke jalan lagi, menyusul Blo'on.
Untunglah harimau itu seekor binatang yang tak punya pikiran seperti manusia sehingga tak lekas dapat mengetahui keanehan-keanehan yang terdapat pada diri isterinya si harimau betina itu. Masakan harimau berjalan, kepalanya
menyusur kebawah dan pantatnya menjulang keatas seperti yang dilakukan-si harimau blo'on itu ?
Tetapi sebodoh-bodoh harimau itu, akhirnya merasa heran juga mengapa sang betina begitu tertatih-tatih jalannya. Segera ia loncat dan sosorkan kepalanya mendorong kepala harimau blo'on supaya membiluk kesamping. Karena tak tahan baunya, terpaksa Blo'on mau membiluk dan masuk kedalam hutan.
"Celaka ..." Blo'on mengeluh panjang pendek ketika ia harus menerjang semak-semak berduri. Untung karena mengenakan kulit harimau, tubuhnya-pun tak kena apa-apa. Hanya setempo ia harus katupkan mata apabila ada ranting atau duri yang mengancam depan mukanya.
Dan setelah masuk kedalam hutan, ternyata harimau jantan itu tak mengganggunya lagi. Rupa nya memang begitulah yang dikehendaki.
"Aduh, celaka . . ," kembali Blo on mengomel, "Di manakah sarangnya ? Kalau harus merangkak jauh, mana aku kuat ?
Makin lama mereka makin masuk kebagian dalam dari hutan itu. Saat itu masih malam. Hutan amat gelap sekali.
Rupanya harimau itu tak sabar melihat sang betina begitu pelahan sekali jalannya. Kembali ia mendorong-dorong pantat sang betina, menyuruh supaya lari lebih cepat.
"Kurang ajar," damprat Blo'on dalam hati, "siapa sudi engkau suruh lari dengan merangkak begini ? . . . "
Belum habis ia menimang, tiba-tiba ia rasakan tengkuknya dicengkeram keras sekali dan serempak dengan itu iapun mendengar mulut harimau menggerung. Seketika pucatlah Blo'on. Tentulah tengkuknya digigit mulut harimau jantan itu.
Memang sudah lazim bangsa harimau maupun kucing dan anjing, apabila bercanda, mereka suka menggigit-gigit leher kawannya. Gigitan harimau jantan kepada harimau betina itupun bukan gigitan maut, melainkan gigitan bercanda, dalam hal ini harimau jantan hendak menyuruh sang betina supaya berlari cepat.
Tetapi bagi Blo'on, gigitan mesra dari harimau jantan itu dirasakan seperti sebuah cekikan baja yang keras. Sakitnya bukan kepalang sehingga hampir ia tak dapat bernapas. Karena kesakitan, Blo'on lupa kalau dirinya sedang menjadi harimau. Serentak ia gerakkan tangan kanan menampar muka harimau jantan itu, prak .
Harimau jantan mengerang dan mengaum keras seraya menyurut mundur beberapa langkah. Rupanya tamparan tangan si Blo'on cukup keras. Dan kebetulan pula kuku-kuku yang runcing tajam dari kaki kulit harimau itu tepat mengenai hidung harimau jantan. Seketika harimau itu meraung-raung kesakitan, hidungnyapun berdarah . .
Memang sejak bangun dari tidurnya didalam guha, Blo'on kerap kali merasa aneh pada dirinya sendiri. Tubuhnya serasa ringan sekali digerakkan. Ia dapat memanggul Rajawali-mata-biru untuk melompati sebuah jurang. Ia. dapat mencengkeram tangan Hong-ing sehingga tak dapat berkutik. Ia dapat menghindari serangan dari tiang-lo dan murid-murid Hoa-san-pay. Benar-Benar ia telah mengalami suatu perobahan yang aneh dalam dirinya. Namun ia tak tahu apa sebabnya.
Demikian pula dengan tamparannya kemuka harimau jantan itu. Ia tak menyangka bahwa tamparan itu dapat membuat harimau jantan meraung raung kesakitan. Andaikata ia mengetahui mengapa dirinya memiliki tenaga sedemikian
saktinya, tentulah ia akan menyusuli pula dengan tamparan yang menggebu-gebu kepada harimau jantan itu.
Tetapi Blo'on tak menyadari dan karena itu iapun ketakutan. Takut kalau harimau jantan itu akan balas menyerangnya. Maka diam-diam ia terus beringsut-ingsut menyelinap kedalam semak. Maksudnya hendak melarikan diri.
Tetapi secepat itu harimau jantanpun kedengaran meraung dan loncat mengejarnya. Sebenarnya harimau itu, seperti lazimnya mahluk jantan terhadap betina, tidaklah bermaksud hendak menerkam sang betina. Walaupun menderita luka tetapi harimau itu tak marah. Tetapi Blo'on menyangka, lain. Harimau loncat kearahnya tentulah hendak menerkam. Maka karena ketakutan, secepat harimau jantan tiba dihadapannya, secepat itu pula ia ayunkan tangan atau cakar kanannya untuk menampar, prak . . .
Harimau jantan tak berusaha untuk menghindar. Pada kebiasaannya, apabila sedang bermesra-mesraan dengan sang betina, betina itu memang se ring menggerakkan kaki untuk mencakar-cakar tubuhnya dan harimau jantan membiarkannya saja, paling-paling ia balas menggigit kepala atau leher sang betina. Gigitan yang mesra.
Tetapi diluar dugaan, tamparan harimau blo'on itu tepat
sekali mendarat pada kedua mata harimau jantan. Dan kuku-
kukunya yang runcing keras dengan tepat sekali menghantam
kedua biji mata harimau jantan. Sedemikian keras sampai biji
mata harimau itu pecah dan berhamburan keluar
Muka berlujmuran darah, kelopak mata complong dan meraunglah harimau jantan itu sekuat kuatnya seraya mengamuk tak keruan. Melonjak-lonjak keatas, berguling-guling kesemak, menerkam pohon, mencakar - cakar tanah
sehingga menimbulkan lubang besar dan lain-lain gerak tingkah yang menge
Halaman 16-17 hilang
tidur tengkurap maka tak dapat diketahui bagaimana tampang mukanya.
Blo'on terkejut. Mengapa kakek itu tidur tengkurap begitu nyenyak diatas tanah. Apakah .dia . . . sudah mati? Karena dibayangi ketakutan hal itu, cepat Blo'on berjongkok dan membalikkan tubuh orang itu.
"Astaga . . . !" Blo'on menjerit seraya Ioncat mundur. Ternyata kakek itu bukan lain ialah Beruang-sakti Han Tiong.
Blo'on terus hendak lari. Tetapi beberapa saat kemudian ia berpaling. Hai . . mengapa kakek itu diam saja dan masih tetap rebah ditanah.
Blo'on hentikan larinya, berputar tubuh dan tegak beberapa saat memandang sosok tubuh itu. Rupanya dia masih takut. Setelah yakin bahwa Beruang-sakti itu memang rebah tak bergerak lagi, barulah ia maju menghampiri.
Tetapi ketika hampir dekat, kembali ia berhenti, serunya : "Hai, mengapa engkau memandang aku tak berkedip begitu ?"
Memang Beruang-sakti rebah tertelentang dengan sepasang matanya masih terbuka lebar.
Sampai dua tiga kali Blo'on mengulang seruannya, tetap kakek itu diam saja. Akhirnya Blo'on memberanikan diri maju beberapa langkah lagi. Hatinya berkebat kebit karena melihat
sepasang mata kakek itu tetap terbuka dan menurut anggapan Blo'on seperti memandang kepadanya.
Ia maju selangkah dan selangkah lagi sehingga tiba disisi Beruang sakti. Ia merasa aneh mengapa, mata Beruang-sakti itu terus terbuka tak pernah mengatup. Dan suatu pemandangan yang menyebabkan dia melonjak kaget ialah luka sebesar genggaman tangan yang menghias dada kakek itu. Luka itu menganga besar, berlumuran darah yang mengental merah.
"Hai, dia mati !" akhirnya Blo'on berseru ka get setelah
memandang dengan seksama keadaan tetua nomor dua dari
partai Hoa-san-pay itu.
"Aneh. kakek ini sakti sekali, siapa yang membunuhnya ? Aku . . ?"' tiba-tiba Blo'on menunjuk pada dirinya sendiri. Tetapi sesaat kemudian ia menjerit: "Tidakl Tidak! Aku tidak membunuhnya!
Ia hendak lari tetapi berhenti lagi, lalu maju menghampiri
ketempat Beruang-sakti Han Tiong. Diperiksanya luka pada
dada kakek itu. Ah. sebuah luka yang cukup dalam. Entah
bagaimana, karena ingin mengetahui dalam luka itu, tanpa
disadari tangannya terus menyusup masuk kedalam luka
"Ho, bangsat, ternyata engkau seorang pembunuh ganas !" tiba-tiba terdengar seseorang berseru dengan bengis.
Blo'on tersentak kaget dan terus melonjak bangun. Ketika berputar tubuh, ternyata Him Pa sudah berada dibelakangnya,
kiranya hanya empat lima langkah jaraknya. Mata pemburu itu berkilat-kilat bengis, wajahnya menyala kemarahan. Tangan
kanan pemburu itu mencekal sebatang golok yang berkilat-kilat.
"Paman ... "
"Tak perlu memanggil aku paman, hai bangsat !" bentak Him Pa dengan mata mendelik, "aku telah salah menolong seorang pembunuh. Kukira engkau benar-benar seorang pemuda yang jujur kusembunyikan engkau dari kejaran Han lotiang. Tiada tahunya ternyata engkau seorang pembunuh yang ganas, ganas seperti harimau !"
"Paman engkau salah !" teriak Blo'on, "memang aku masih meminjam kulit harimaumu ini tetapi aku tidak ganas seperti harimau ... "
"Tutup mulutmu !"
"Kalau aku menutup mulut, bagaimana aku dapat memberi keterangan pada paman ?"
"Engkau pembunuh keji !" bentak Him Pa yang mau melayani ocehan Blo'on.
"Siapa yang kubunuh ?"
"Bangsat, jangan omong tak keruan. Siapa lagi yang membunuh Han lotiang itu kalau bukan engkau !"
"Tidak, aku tidak membunuhnya ... "
"Bangsat, sudah jeias berbukti, engkau masih berani menyangkal ?"
"Siapakah bangsat itu? Aku ? Aku bukan.. bangsat, aku Blo'on
"Jangan banyak mulut !" bentak Him Pa pula, "lekas serahkan dirimu kuikat dan kubawa ke markas Hoa-san-pay !"
"Mengapa ?" Blo'on tetap membantah.
"Engkau telah membunuh Beruang-sakti Han Tiong, engkau harus mempertanggung jawabkan dosamu kepada para tetua Hoa-san-pay !"
Blo'on tertawa : "Ah, paman salah faham. Sekali-kali aku tak membunuh kakek ini. Ketika aku turun gunung hendak mencari pondok paman, kulihat dia sudah rebah menggeletak ditepi Jalan. Waktu kuperiksa, ternyata dadanya terluka dan dia sudah mati ... "
"Ho, kemarin aku memang percaya engkau seorang anak yang jujur dan kasihan. Tetapi tidak saat ini setelah kulihat tanganmu berlumuran darah membunuh Han lotiang !"
"Celaka !" tiba-tiba Blo'on menjerit kaget, "tadi aku hanya ingin mengetahui berapakah dalamnya luka di dada kakek ini .
I!
"Sudah, jangan banyak mulut ! Lekas serahkan dirimu. Kalau tidak, hm ... "
"Bagaimana ?" tanya Blo'on.
"Terpaksa harus kutangkap dengan kekerasan."
"Jangan paman," buru-buru Blo'on berseru, "aku merasa telah menerima pertolonganmu, kalau engkau hendak memukul badanku, kepalaku atau mana saja, aku rela. Bahkan kalau engkau hendak membunuhku, akupun takkan melawan. Tetapi janganlah paman membawaku keatas gunung lagi !"
"Beruang-sakti Han Tiong adalah salah seorang tetua Hoa-san-pay. Karena engkau bunuh, maka engkau harus diadili oleh orang Hoa-san-pay!"
"Apakah paman orang Hoa-san-pay juga?"
"Bukan." sahut Him Pa, "tetapi aku bersahabat baik dengan orang Hoa-san-pay. Dan akupun memang tak senang kepada pembunuh."
"Tetapi paman, aku benar-benar tidak membunuhnya."
Him Pa tertawa menyeringai : "Hm, apakah! engkau hendak membangkang ?"
Pemburu itu melangkah maju menghampiri ke hadapan Blo'on. Sikapnya bengis sekali.
"Jangan paman, jangan memaksa aku ... " kata Blo'on seraya beringsut mundur.
"Bangsat . . . !" Him Pa terus loncat menabas Blo'on tetapi pemuda itu karena ketakutan loncat ke samping. Sekali loncat ia sudah berada tujuh delapan langkah.
"Ho, rupanya engkau memiliki ilmu ginkang yang hebat "
Him Pa loncat memburu. Ia mainkan ilmu golok Angin-puyuh-mengamuk - sahara. Golok berhamburan laksana petir menyambar, menimbulkan deru angin macam angin puyuh.
Blo'on makin ketakutan. Ia terus main loncat menghindar. Dan akhirnya karena tak tahan menerima serangan golok yang sehebat itu. La terus melarikan diri.
"Hai, hendak lari kemana engkau !" teriak Him Pa seraya mengejar. Demikian keduanya segera kejar mengejar.
Him Pa menang mengerti ilmusilat, walaupun tidak berapa tinggi. Karena ia biasa masuk keluar hutan, naik turun gunung, maka ia dapat memiliki ilmu gin-kang yang hebat. Tetapi benar-benar ia merasa aneh dan heran, mengapa tak mampu mengejar si Blo'on.
Sedangkan Blo'onpun tak menyadari apa yang dilakukannya. Ia merasa takut dan harus menyelamatkan diri dari kejaran Him Pa yang hendak membunuhnya. Ia tak menyadari bahwa larinya itu sepesat angin. Pendek kata, setiap kali ia berpaling kebelakang dan melihat Him Pa masih beberapa belas langkah dibelakangnya, legahlah hatinya.
Demikian kurang lebih setengah jam mereka berlari-lari, tiba-tiba Blo'on menjerit kaget dan berhenti. Ternyata dihadapannya terbentang sebuah jurang. Jalanan disitu merupakan sebuah karang buntung. Hanya ada dua pilihan baginya. Balik kembali dan harus menghadapi Him Pa atau loncat ke jurang yang lebarnya hampir lima meter.
"Ho, akhirnya engkau tentu kubunuh !" teriak Him Pa dengan napas terengah-engah.
Bukan karena Blo'on takut menghadapi pemburu itu. Tetapi ia merasa telah ditolong, dia tak mau berkelahi dengan orang itu. Untuk menghindarkan diri dari kejaran Him Pa tiada lain jalan kecuali harus melompati jurang itu.
"Paman, aku benar-benar tidak membunuh kakek Hoa-san-pay itu. Kelak pada suatu hari aku tentu akan datang ke Hoa-san-pay untuk menjelaskan persoalan itu," tiba-tiba Blo'on berpaling dan berseru kepada Him Pa. Setelah itu cepat ia berputar tubuh dan terus enjot kakinya melayang ke udara.
"Hai, hendak lari kemana engkau . . !" Him Papun cepat tiba ditepi karang tetapi Blo'on sudah terapung diatas mulut jurang. Pada lain kejab, pemuda itu sudah mendarat di seberang karang, melambaikan tangan lalu berlari ke balik gunung.
Him Pa seperti orang kebakaran jenggot. Dia lari kian kemari, melonjak dan banting-banting kaki, memekik dan memaki-maki : "Bangsat . . . keparat, jahanam . . . awas, kalau ketemu lagi, tentu kucincang tubuhmu ... "
Namun Blo'on sudah tak mendengar. Dia sudah rnulai menuruni lereng gunung. Dan setiba dikaki gunung, ia terus berjalan menurut jalan yang terbentang kearah utara. Ia tak tahu akan menuju kemana. Pokok asal berjalan saja.
Menjelang petang hari, akhirnya ia melihat segunduk perumahan penduduk. Rupanya sebuah pedesaan kecil dilereng gunung. Segera ia pesatkan langkah menuju kesebuah rumah.
Keadaan di tempat ini sunyi senyap. Pun dalam rumah itu hanya diterangi oleh pelita yang tak begitu terang nyalanya. Blo'on mengetuk pintu. Lama baru terdengar derap langkah orang berjalan keluar. Langkahnya pelahan dan tertatih-tatih. Kemudian terdengar bunyi kancing pintu dilepas dan lalu daun pintu mulai bergerak terbuka.
Seorang nenek tua menyembul keluar. Wajahnya penuh
keriput ketuaan, rambutnya putih tetapi mulutnya masih dapat mengomel dan menda prat : "Ih, pengemis tua, mengapa masih mengganggu rumahku? Sudah kukatakan kami ini orang miskin, mengapa masih minta nasi, uh ... "
Pada saat pintu dibuka, sebesarnya Blo'on berdiri menghadap ke pintu. Tetapi demi mendengar nenek didalam rumah mengomel panjang pendek menyebut-nyebut pengemis, ia kira kalau nenek itu sedang bicara dengan seorang pengemis. Maka Blo'oopun berputar tubuh ke belakang hendak melihat dengan siapakah nenek itu bicara.
Blo'on masih mengenakan pakaian kulit harimau. Hanya bagian kepala harimau itu, ia singkap kan kebelakang agar ia dapat bernapas longgar. Kalau dari muka, memang seperti harimau berkepala orang. Tetapi apabila dilihat dari belakang, karena kepala harimau itu terkulai pada tengkuknya, maka sepintas pandang menyerupai seekor ha rimau yang tengah berdiri.
"Aiiiii . . . . " tiba-tiba Blo'on terkejut karena si nenek
menjerit keras dan menyusul terdengar suara tubuh jatuh ke
lantai, bluk
Blo'on cepat berpaling dan ternyata nenek itu sudah terkapar menggeletak di lantai. Sudah tentu ia terkejut dan buru-buru berjongkok untuk menolongnya. Ia tak tahu apa sebab nenek itu sekonyong-konyong menjerit dan rubuh. Bukankah ne nek itu habis memaki-maki seorang pengemis ? Tetapi mengapa ia tak melihat seorang lain kecuali dirinya ? Uh, apakah nenek itu menyangka dia seorang pengemis lalu memaki-makinya ?
Tengah Blo'on sibuk menolong supaya nenek itu sadar dari pingsannya, tiba-tiba muncullah seorang kakek dan seorang anak perempuan kecil dari dalam rumah.
Demi melihat sinenek menggeletak di lantai diterkam oleh seekor harimau, kakek dan anak perempuan itu menjerit. Hanya setelah menjerit, si kakek ikut rubuh tetapi anak perempuan kecil itu terus lari keluar dari pintu belakang dan berteriak teriak : "tolong, tolong . . . . "
Dalam sekejab saja, beberapa orang lelaki desa itu keluar menghampiri sianak perempuan kecil. Mereka menanyakan Kepada anak itu.
"Itu...tu ...itu . . " seru sianak perempuan sambil menunjuk kerumahnya.
"Itu, itu apa ?" tanya beberapa penduduk.
"Nenek . . nenekku .. dimakan . . kakek .. "
Sekalian orang terkejut dan saling berpandangan. Akhirnya salah seorang lelaki tua memegang tubah anak perempuan kecil itu dan berkata dengan sabar : "Nak, jangan gugup, katakanlah dengan pelahan, mengapa nenekmu?"
Setelah dielus-elus punggungnya oleh lelaki tua itu, akhirnya anak perempuan kecil itu berkata dengan agak tenang : "Nenekku dimakan harimau . . . !"
Mendengar itu menjeritlah sekalian orang itu : "Hai, benarkah itu? Apa engkau tidak bermain-main?"
"Tidak, mari ke rumahku. Harimau itu masih menjilati tubuh nenek," kata anak perempuan kecil seraya melangkah kearah rumahnya.
Berpuluh-puluh penduduk itu dengan tegang mengikuti si anak perempuan. Ada beberapa yang lari pulang mengambil senjata. Ada yang membawa parang, golok, pentung, arit, tombak, cangkul dan linggis
Ketika tiba dsmuka rumah, orang-orang itu melihat seekor harimau tengah menerkam tubuh nenek dari anak perempuan kecil itu. Hari malam dan penerangan dalam rumah itu tak begitu terang. Seharusnya penduduk itu merasa heran mengapa seekor harimau menelungkupi korbannya dengan kepala berpaling kebelakang dan menengadah ke-atas.
Tetapi penduduk tak menghiraukan hal itu. Begitu melihat segunduk tubuh harimau, mereka terus menjerit dan memekik lalu mengepung diambang pintu. Bagaimanapun, mereka masih takut terhadap seekor harimau yang sedemikian besarnya Mereka hanya berkaok-kaok seraya mengacung-, acungkan senjatanya.
Ada seorang lelaki setengah tua yang bernyali besar dan membawa golok, melangkah masuk hendak menyerang harimau itu. Sekonyong-konyong! harimau itu berbangkit dan berputar tubuh.
"Ne . . " baru Blo'on hendak berkata tentang nenek itu, lelaki setengah tua tadi sudah menjerit dan lari keluar, sehingga Blo'on tertegun dengan mulut masih menganga.
"Harimau gadungan !" serentak berhamburan teriakan dari penduduk yang berjaga diluar pintu.
Setelah hilang kejutnya, Blo'on melangkah ke pintu, la heran mengapa sekian banyak penduduk sama mengacungkan senjata kepadanya dan berteriak-teriak hendak membunuhnya.
"Mengapa kalian ribut-ribut ?" akhirnya Blo'on menegur mereka.
"Bunuh harimau gadungan! Hancurkan harimau siluman . !" sambut puluhan orang itu. Bahkan ada beberapa orang yang maju hendak menyerang.
"Kamu gila!" akhirnya karena jengkel, Blo'on berteriak keras sehingga orang-orang itupun tersentak diam.
"Aku seorang manusia seperti kamu !" kata Blo'on pula.
"Bukan! Engkau tentu macan gadungan . . .
"Apa itu macan gadungan ?" balas Blo'on tak kalah kerasnya.
"Macan siluman !" teriak orang-orang.
"Apa itu Macan siluman ?" Blo'on tetap melantang.
"Macan siluman ialah manusia yang mempunyai ilmu menjadi macan lalu memakan orang !"
"ih, tetapi aku tak suka makan orang. Makananku nasi," seru Blo'on pula.
"Bangsat, engkau masih berani berpura-pura? Lihatlah, nenek Ong telah engkau makan . . . !"
"Bunuh ! Tak usah diajak bicara, hayo bunuh macan siluman itu!" serentak terdengar pula hiruk pikuk penduduk berteriak-teriak hendak menyerbu Blo'on.
"Tahan " cepat Blo'on berseru mencegah orang-rang yang hendak menyerbu itu, "nenek itu tak kumakan, masih utuh. Periksalah sendiri. Dia hanya pingsan karena kaget melihat aku memakai kulit harimau. Tentu mengira aku seekor harimau "
Beberapa penduduk maju menghampiri ketem-pat nenek Ong. Dilihatnya nenek itu tak menderita luka. Dan setelah diperiksa, napasnyapun masih.
Tentulah nenek itu hanya pingsan. Hampir mereka mau mempercayai keterangan Blo'on atau tiba-tiba seorang lelaki bertubuh pendek kekar, berteriak nyaring : "Macan gadungan, kalau kami tak keburu datang, nenek itu tentu sudah engkau makan habis !"
Blo'on marah : "Hai, bung, engkau manusia akupun manusia. Mengapa engkau tak percaya pada omonganku?"
"Siapa sudi percaya?" teriak orang itu, "desa ini sudah banyak menderita dari gangguan macan gadungan. Tiap tiga hari kami harus mengirim makanan kepadanya. Kalau tidak, dia tentu akan mengganas disini. Nenek Ong ini salah seorang korban. Karena tak punya uang untuk mengantar makanan, macan itu datang kemari dan mengambil anak lelaki dan menantu nenek Ong. Sampai sekarang tiada beritanya."
'O." desuh Blo'on, "dimanakah macan gadungan itu ?"
Orang pendek itu tertawa mengejek: "Disini!"
"Disini? Mana?" Blo'on terbeliak. "Engkau!"
"Gila !" Blo'on menjerit marah, "aku bukan macan gadungan, aku manusia biasa !"
"Kalau manusia biasa, mengapa memakai kulit macan?" teriak beberapa orang.
"Karena pakaianku kotor terpaksa aku diberi pinjam kulit harimau ini oleh paman Him Pa seorang pemburu yang tinggal dalam hutan disebelah puncak itu," kata Bio on sambil menunjuk ke puncak gunung disebelah selatan, "kalau engkau tak percaya, tunjukkan tempat macan gadungan itu, aku akan menangkapnya!"
Orang-Orang itu tertegun mendengar pernyataan Blo'on. Sesaat kemudian mereka gembira. Mereka tak tahu siapa Blo'ori itu dan tak mempedulikan apakah Blo'on mampu menangkap macan gadungan itu atau tidak. Yang dirasakan, mereka menderita tekanan dari seorang penjahat yang menyaru jadi macan dan memeras penduduk disitu. Dan kini ada seorang yang menyatakan dapat menangkap macan gadungan itu. Serentak merekapun menyambut dengan gembira : "Baik, mari kita antarkan engkau ke sana !"
Berpuluh-Berpuluh penduduk segera hendak membawa Blo'on tetapi Blo'on menolak : "Nanti dulu. Aku bersedia menghadapi macan gadungan itu tetapi aku hendak mengajukan dua buah permintaan kepada penduduk disini."
"Katakanlah !" seru mereka.
"Pertama, aku minta makan. Karena sejak pagi tadi, perutku belum terisi sebutir nasipun jua. Dan kedua, aku minta pakaian," kata Blo'on.
"Tentu!" teriak mereka, "kami tentu akan memberikan permintaanmu itu !"
"Kapan ?" seru Blo'on.
"Setelah engkau benar-benar dapat menangkap harimau gadungan itu !"
"Tidak !" teriak Blo'on. "makanan harus sekarang karena aku sudah lapar sekali. Kalau lapar mana aku dapat berkelahi? Coba kalian pikir !"
Karena menganggap omongan Blo'on itu benar, akhirnya Blo'on diajak kerumah salah seorang penduduk. Disitu dia diberi makan dan minum sekenyangnya.
.Setelah makan, Blo'on bercakap-cakap sebentar menanyakan tentang keadaan macan gadungan yang hendak ditangkapnya itu. Ternyata sejak beberapa bulan yang lalu, memang di desa itu telahi muncul seekor harimau yang ganas. Banyak ternak yang hilang. Beberapa penduduk yang bernyali besar, beramai-ramai mencari binatang itu yang tinggal disebuah guha dalam lembah yang sunyi. Dalam pertempuran, penduduk kalah dan menyerah. Ternyata macan itu bukan macan sesungguhnya melainkan seorang yang menyaru. Rupanya orang itu pandai ilmusilat sehingga berpuluh-puluh penduduk dapat dikalahkan.
"Sejak itu kami diharuskan mengirim makanan dan minuman kepadanya, "orang itu mengakhiri ceritanya.
"O, kurang ajar benar," seru Blo'on, "dia hendak memeras rakyat yang miskin."
"Itu masih belum seberapa," kata orang itu pula, "dia masih minta disediakan gadis atau wanita muda."
"Ho, kurang ajar benar!" teriak Blo'on seraya kepalkan tangannya seolah-okh hendak meninju. Dia sebenarnya tak mengerti ilmusilat walaupun ayahnya seorang jago silat nomor satu. Tetapi dia marah mendengar perbuatan yang begitu jahat. Namun setelah bersikap seperti jagoan yang garang, tiba-tiba ia membayangkan wajah harimau jantan kemarin. Seketika bergidiklah bulu romanya.
"Hai," teriaknya keras sehingga tuan rumah tersentak kaget, "harimau itu harimau gadnngan atau harimau sungguh?"
"Gadungan," sahut yang empunya rumah. Dan hati Blo'onpuo tenang kembali. Kalau melawan orang, ia tak gentar. Ia pernah bertempur dengan Rajawali-mata-biru dan dengan Walet kuning Ui Hong-ing, bahkan pernah dikepung oleh berpuluh-berpuluh anakmurid Hoa-san-pay. Ia anggap cara o-rang yang katanya pandai ilmusilat itu, ternyata hanya begitu saja.
"Bagus, antarkan aku sekarang " serunya seraya berbangkit.
Dengan diantar oleh belasan penduduk yang bersenjata, Blo'on dibawa kesebuah lembah dipedalaman gunung. Setelah tiba, Blo'on lalu dilepas seorang diri memasuki lembah itu.
"Pulanglah," kata Blo'on dengan garang seolah-olah yakin tentu menang, "tunggu saja nanti kuseret mayatnya !"
Melihat nada dan tingkah Blo'on yang begitu garang, legahlah hati penduduk itu. Setitikpun mereka tak pernah menyangka bahwa pemuda itu sesungguhnya hanya seorang anak blo'on. Mereka pun lalu pulang.
Saat itu rembulan remang. Permukaan lembah tertutup kepekatan malam. Blo'on mulai ayunkan langkah menyusur jalan yang menjurus ke dalam lembah. Seluruh lembah tertutup rumput dan alang-lang setinggi orang. Kedua batas lembah, merupakan karang yang menjulang tinggi, bertaut pada lereng gunung.
Akhirnya tibalah Blo'on di dalam lembah. Namun ia heran mengapa tak seorangpun yang muncul mengganggunya. Kemanakah gerangan harimau gadungan itu? Huh, apakah dia takut kepadaku ? Blo'on mulai bertanya pada diri sendiri.
"Hai, macan gadungan, keluarlah dari tempat persembunyianmu agar kubunuh!" teriaknya berulang-ulang. Namun tiada penyahutan.
Sekonyong-konyong dari balik gerumbul belukar rumput. terdengar suara anjing menggonggong dan burung menguak-nguak. la heran Mengapa anjing .dan bukan harimau. Adakah harimau gadungan itu dapat berobah diri jadi anjing ?
Blo'on lari menghampiri. Setelah menyibak dan menerobos gerumbul belukar, akhirnya ia melihat sebuah gua karang. Mulutnya cukup lebar untuk dimasuki orang. Ketika menginjakkan kaki dimulut guna, segera la disambut dengan dan gonggongan anjing dan kuak burung yang keras. Tetapi tak tampak barang seekor anjing atau burung yang menyongsong keluar.
Blo'on tak peduli. Ia terus melangkah kedalam. Guha itu dari luar tampaknya gelap, tetapi ketika berada di dalam, ternyata terdapat penerangannya. Ialah dari sebuah lubang pada langit guha. Dari lubang itu, sinar matahari atau rembulan dapat menyorot masuk.
Ketika berjalan kedalam, tiba-tiba kakinya terantuk sebuah benda yang melintang di tanah. "Uh . . " Blo'on terhuyung ke muka dan jatuh mengusur ke tanah, "Hai . . ," kembali ia menjerit kaget ketika mukanya seperti dijilati sebuah lidah yang berair.
Cepat ia melonjak bangun. Ah . . . ternyata yang menjilati mukanya itu seekor anjing yang besar. Tetapi anjing itu tak dapat bergerak leluasa. Ternyata dia diikat dengan rantai dan ujung rantai dilekatkan pada dinding guha.
Anjing menyalak-nyalak lalu beringsut-ingsut mendekam seraya mencawatkan ekor. Persis seperti tingkah anjing yang ketakutan dan minta pertolongan.
Blo'on kasihan. Dibukanya tali pengikat anjing itu. Tetapi serentak dengan itu, terdengar dua buah suara yang aneh. Suara burung menguak dan suara monyet mencuit - cuit.
Setelah beberapa saat, mata Blo'onpun sudah terbiasa dengan tempat itu. Segera ia dapat melihat seekor monyet dan seekor burung rajawali terikat dengan rantai. Monyet itu tak henti-hentinya melonjak-lonjak kegirangan ketika melihat Blo'on. Anjing besar yang sudah terlepas dari rantai ikatannya itupun mulai menggigit kakinya dan menarik-nariknya ketempat monyet dan burung.
"Setan," gumam Blo'on, "tak perlu engkau tarik-tarik, aku memang hendak melepaskan mereka."
Monyet dan burung rajawali segera dibebaskan dari rantai yang mengikat kaki mereka pada dinding. Setelah bebas, monyet terus loncat keatas kepala Blo'on dan menampar -nampar kepalanya yang gundul. Sedang burung rajawalipun terus terbang lalu hinggap diatas bahunya.
"Edan !" Blo'on menjerit seraya menyiak monyet itu ketanah, "masakan kepala manusia dibuat keplakan, eh . . setan, engkau anggap bahuku ini sebatang dahan pohon ?" ia berpaling menegur burung rajawali. Namun burung itu diam saja. Dan karena tidak menganggunya, Blo'on pun membiarkan saja burung itu hinggap dibah-nya.
Blo'on memandang dan memeriksa keadaan guha itu. Tiba-Tiba ia menjerit kaget ketika melihat sesosok tubuh harimau menggeletak ditanah. Cepat ia menghampiri : "Hai, aneh, badannya harimau tetapi mengapa kepalanya orang . , . hus eh, seperti aku, mengapa meniru seperti aku ?"
Blo'on teringat kalau ia masih memakai kulit harimau. Dan keadaan orang yang menggeletak ditanah itupun serupa dengan dirinya.
"Hai, mengapa engkau diam saja? Hayo, bangun !" disepaknya pantat orang itu. Tetapi orang itu tetap diam tak bergerak.
"Kurang ajar, apa engkau suruh aku memondongmu ? Huh, anjing, gigitlah hidungnya !" karena marah, Blo'on menyuruh anjing itu. Entah bagaimana, anjing itu seperti mengerti perintah BIo' on. Ia terus menghampiri muka orang itu lalu menggigit hidungnya.
"Hai, kurang ajar, mengapa hidungnya engkau gigit sampai putus ?" teriak Blo'on lalu hendak memukul anjing. Anjing merebah ketanah dan bercawat ekor, pertanda ketakutan.
"Celaka, kalau dia minta ganti hidungnya, kemana aku harus mencarikan ?" Blo'on mengomel uring-uringan, "oh, benar, "ia berpaling ke arah anjing yang masih mendekam di tanah, lalu menudingnya, "anjing, kalau dia minta ganti
hidungnya, hidungmu akan kuambil dan kuberikan kepadanya!"
Anjing itu tak menyahut melainkan mengopat-apitkan ekornya.
Blo'on membungkuk tubuh memeriksa muka orang itu. Tiba-Tiba ia berseru kaget : "Hai, apa engkau mati ? Kalau tidak mati, mengapa matamu meram saja ?" ia ulurkan merabah hidung orang itu dan serentak menjeritlah ia : "Hai, sudah tak bernapas . . . !"
"Celaka!" Blo'on tiba-tiba melonjak bangun dan terus lari keluar, "kalau diketahui orang, aku tentu dituduh yang membunuh lagi. Ketua Hoa-san-pay, aku yang dituduh membunuhnya. Kakek Hoa-san-pay juga aku yang dituduh menjadi pembunuhi nya. Lalu orang ini, tentu aku juga yang akan dituduh sebagai pembunuhnya !"
Beberapa puluh langkah dari guha, tiba-tiba Blo' on berhenti. Dan saat itu anjing, monyet dan rajawalipun mengikutinya.
"Hai, mengapa kalian ikut aku?" hardiknya. Namun ketiga binatang itu tak mengacuhkan. Mereka diam saja, "hem, sial. Aku sendiri sukar cari makan, mengapa kalian ikut aku."
Ia terus lanjutkan langkah dan ketiga binatang itupun tetap mengikutinya. Kalau ia berhenti, merekapun berhenti. Akhirnya ia kewalahan: "Hm, kalau kalian mau ikut aku, boleh saja. Tetapi harus cari makan sendiri, mau ?"
Anjing menyalak, monyet menguik dan burung rajawalipun berkaok. Rupanya mereka menyetujui syarat yang dikatakan Blo'on.
"Bagus, mari kita jalan," seru Blo'on.
Tiba dimulut desa, beberapa penduduk sudah tampak menyambut: "Mana harimau gadungan itu?
"Ha, apa maksud kalian?" Blo'on terbelalak.
"Hal, bukankah engkau sudah berjanji akan membunuh harimau gadungan dan menyeret mayatnya kemari ?" teriak beberapa penduduk.
"Ho, benar, benar ! Aku lupa membawa ma yatnya kemari," seru Blo'on, "tetapi ... "
"Tetapi bagaimana ?" seru penduduk.
"Tetapi bukankah kalian takkan menuduh aku sebagai pembunuh ?"
"Gila," seru mereka, "justeru kami minta engkau membunuhnya ?"
"0, aku tak bersalah kalau membunuhnya?" masih Blo'on menegas.
"Siapa bilang salah! Justeru harimau gadungan yang jahat itu harus dibunuh !"
"Awas, kalau engkau tak dapat membunuhnya engkau sendiri yang akan kami bunuh!" teriak salah seorang penduduk.
"Ya, engkau sendirilah macan gadungan itu" seru pula seorang lain.
"Tutup mulutmu " Blo'on terus berputar tubuh dan lari kembali ke lembah. Beberapa langkah jauhnya, ia berhenti, berpaling dan berseru : "Hai, tunggu saja, tentu akan kubawa mayatnya kemari!
Ia terus lari lagi tetapi beberapa langkah jauhnya, ia kembali berhenti dan berseru keras-keras : "Hai, jangan lupa sediakan makanan dan minuman lagi untukku!"
Blo'on dengan diiring oleh anjing kuning monyet dan burung rajawali, kembali ke lembah.' Mayat orang yang menyaru jadi harimau itu lalui dipanggulnya dan dibawa turun ke desa lagi.
Gemparlah sekalian penduduk kampung itu ketika melihat penjahat yang menyaru jadi macan.. Rupanya penjahat itu banyak sekali menimbulkan kerugian pada penduduk, maka untuk melampiaskan kemarahannya, merekapun memaki-maki. menyepak dan menggebuk mayat penjahat itu.
Karena sampai sekian saat belum juga penduduk itu mengurus dirinya, Blo'on berteriak: "Sudahlah, sudahlah! Orang mati masa digebuki terun menerus. Dia sudah mati, kubur atau lempar saja mayatnya ke jurang supaya dimakan burung. Tetapi jangan terus menerus disiksa begitu rupa. Jangan mengurus yang sudah mati, tetapi aku yans masih hidup ini harus kalian urus !"
Pendudukpun dapat menerima nasehat Blo'on. Mayat itu lalu dikubur. Kemudian mereka mengurus Blo'on dianggap sebagai pahlawan yang berja sa telah membebaskan desa itu dari gangguan penjahat. Blo'on sendiri tak merasa telah membunuh penjahat itu karena begitu tiba di guha, ia terus terantuk pada tubuh si penjahat yang sudah rebah menjadi mayat ditanah. Siapa yang membunuhnya ia sendiri tak tahu dan memang menganggiap tak perlu tahu. Ia girang karena dirinya tak dituduh sebagai pembunuh.
Blo'on dipestakan lagi, dijamu dengan makanan dan minuman yang lezat. Demikian pula dengan ketiga binatang pengikutnya. Selesai makan, Blo'on minta pakaian. Kulit
harimau dilipat dan disimpan dalam sebuah bungkusan Pikir blo' on, kelak hendak ia kembalikan kepada si pemburu Him
Pa.
Keesokan harinya, setelah mendapat keterangan dan penduduk. Blo'onpun melanjutkan perjalanan menuju ke kota Song-hian-koan untuk mencari sinshe yang menurut Him Pa pandai mengobati orang yang terserang penyakit syarat.
Hoa-san merupakan salah sebuah dari Lima Gunung besar di negeri Tiongkok (Cina). Disebut Lima Besar karena letaknya arah. Hoa-san disebut Se-gak atau Gunung Barat. Thay-san disebut Tang-gak atau Gunung Timur. Jong- san itu Lam-gak atau Gunung Selatan dan Heng-san sebagai Pak-gak atau Gunung Utara. Sedangkan Tiong-gak atau Gunung Tengah ialah Ko-san, gunung yang menjadi pangkalan dari gereja Siau-lim-si.
Hoa-san terletak dikota Hoa-im-koan wilayah Siamsay. Seterusnya dari kaki gunung, Blo'on terus menuju keutara. Menjelang petang, tibalah ia disebuah kota. Langsung ia bertanya pada seorang penduduk tentang sinshe yang pandai
itu.
"O, engkau mencari Gan Kui sinshe?" tanya orang itu.
"Entah," sahut Blo'on. Orang itu terbeliak : "Entah ? Apakah engkau tak tahu nama sinshe itu '?"
"Tolol engkau ini !" Blo'on deliki mata, "kalau tahu masa aku tanya kepadamu ?"
Orang itu tak senang karena dirinya dimaki sebagai orang tolol. Ia hendak memberi tahu, malah dibentak dan dimaki. Tanpa berkata ia berputar tubuh lalu ayunkan langkah.
"Hai, kemana engkau !" Blo'on cepat memburu dan mencekal lengan orang itu. Orang itu hendak meronta tetapi tak mampu lepaskan tangannya dari cekalan Blo'on.
"Kurang ajar, engkau hendak membunuh aku ?" orang itu ayunkan kakinya menendang.
Mendengar kata-kata 'membunuh', Blo'on kaget dan lepaskan tangannya.
"Aku tidak membunuhmu ! Jangan menuduh sembarangan!" teriaknya.
Setelah bebas, orang itu terus lanjutkan langkah, tak
menghiraukan si Blo'on lagi. Blo'on terlongong-longong. Tiba-Tiba anjing kuning, monyet dan burung rajawali serempak memburu orang itu. Anjing menggigit celananya, monyet loncat menerkam tengkuk dan rajawali mencengkeram kepala orang itu.
"Tolong ! Tolongngng . . . !" orang itu menjerit-menjerit ketakutan tetapi tak dapat terlepas dari sergapan ketiga binatang itu.
Blo'on tertawa lalu menghampirinya : "Aku mau menolongmu asal engkau mau memberi keterangan tentang sinshe itu, mau ?"
Karena tak ada lain jalan, terpaksa orang itu setuju. Blo'on lalu menyuruh ketiga binatang itu menyingkir. Setelah itu ia berkata pula : "Aku memang tak tahu nama sinshe itu. Kalau dia bernama Gan Kui, ya Gan Kui. Pokok dia dapat mengobati penyakitku. Eh, apakah artinya nama itu ?"
Setelah mendapat penjelasan, rupanya orang itupun bersikap baik. sahutnya : "Gan Kui artinya si Mata Setan. Entah siapa namanya yang aseli. Karena pandai mengusir
setan dan mengobati orang dengan dipandang saja maka orang-orang memberi julukan sinshe Gan Kui kepadanya."
"Dimana tinggalnya ?" tanya Blo'on.
"Dari sini engkau jalan keutara sampai hampir keluar kota. Dia tinggal diujung kota. Asal engkau melihat sebuah bangunan yang mirip dengan sebuah biara, itulah rumahnya."
Blo'on menghaturkan tetima kasih lalu meneruskan perjalanan.
Tiba diujung kota, memang ia melihat sebuah rumah bercat merah yang bentuknya mirip dengan sebuah biara. Diruang luar tampak beberapa orang sedang duduk, la masuk dan bertanya kepada orang-orang itu. Ternyata mereka juga orang-orang yang hendak mengobatkan sakitnya.
Setelah mereka satu demi satu dipanggil, akhirnya tiba giliran Blo'on. Dia berhadapan dengan seorang tua bertubuh gemuk, memakai kopiah hitam, berkumis panjang dan mencekal sebatang pipa huncwe dari perak. Dia segera menanyai Blo' on apa keperluannya datang kesitu.
"Sinshe aku menderita penyakit aneh," kata Blo'on, "ialah aku merasa seperti kehilangan ingatanku. Aku tak ingat lagi siapa diriku siapa namaku dan dari mana asalku . . ."
"O, barangkali engkau gila!" tukas sinshe itu.
"Tidak, aku tidak gila," bantah Blo'on, ''aku masih suka makan, masih kenal orang, masih tahu kalau sinshe ini berwajah seperti setan."
Tabib atau sinshe itu terbeliak : "Eh, rupanya engkau memang benar-benar gila. Kalau tidak masakan orang sakit berani mengatakan seorang tabib berwajah seperti setan .'"
"Ho, kalau begitu aku keliru masuk ke sini," seru Blo'on, "bukankah nama sinshe ini Gan Kui?"
"Ya."
"Bukankah arti dari kata Gan Kui itu si Mata Setan ?" Tabib itu terbeliak.
"Kalau yang mempunyai mata setan, tentulah bangsa setan. Salahkah kalau kukatakan sinshe ini berwajah seperti setan ?"
Sitabib Gan Kui merah wajahnya. Tetapi cepat ia menghapus kemarahannya dengan tertawa: "Ya, ya memang namaku Gan Kui tetapi itu hanya nama gelaran sedang aku sendiri tetap seorang manusia seperti engkau."
"O," Blo'on mendesuh.
"Siapa namamu ?" tanya Gan Kui.
"Itu justeru yang ingin kuketahui karena aku lupa. Seorang nona memberi nama baru kepadaku si Blo'on."
"Tepat sekali," seru tabib Gan Kui, "memang engkau searang pemuda blo'on. Lalu penyakit apakah yang sesungguhnya engkau derita ?"
"Sudah kukatakan tadi, aku kehilangan ingatanku tentang masa yang lampau. Tulunglah sinshe memeriksa dan memberi obat."
"O, baiklah," kata Gan Kui, "mari ikut aku kekamar periksa."
Blo'on mengikuti tabib itu masuk kedalam rumah belakang. Ternyata gedung itu mempunyai beberapa belas kamar. Blo'on dibawa kekamar paling belakang sendiri. Sinshe itu menuju keujung ruang lalu memutar sebuah tombol. Dinding terbuka dan tampaklah sebuah titian batu yang menurun kebawah
"Mari," kata tabib Gan Kui seraya menuruni titian. Blo'on meragu sejenak lalu mengikuti.
Ternyata dibawah titian itu merupakan sebuah bangunan dibawah tanah yang mempunyai beberapa kamar. Blo'on dibawa masuk kedalam sebuah kamar gelap. Kamar itu hanya diterangi sebatang lilin. Dari sebuah almari yang terdapat di kamar itu, sinshe Gan Kui mengambil seperangkat jubah hitam dan suruh Blo'on memakai.
"Untuk apa ?" tanya Blo'on.
"Agar dapat kuperiksa apakah dalam tubuhmu terdapat penyakit biasa atau memang kemasukan setan," kata sitabib.
Blo'on menurut. Ternyata bagian muka dari jubah itu digambari tulang kerangka manusia dengan cat putih. Begitu dipakai, seketika Blo'on berobah menjadi sesosok tengkorak.
"Sekarang engkau harus menyebut 'omito-hud' sampai tiga kali," perintah sitabib. Blo'onpun melakukan perintah itu.
"Bagus," kata Gan Kui, "sekarang julurkan lidahmu."
Blo'onpun menjulurkan lidahnya. Tiba-Tiba tangan tabib itu mencekal lidah Blo'on terus ditarik.
"Auhhh, aduh . . . !" Blo'on menjerit, "mengapa engkau hendak menarik lidahku ?"
"Diam!" bentak Gan Kui, "kalau engkau tak suka silahkan
keluar !"
Karena ingin sembuh, terpaksa Blo'on menahan sabar. Tiba-Tiba sinshe itu memegang kedua telinga Blo'on lalu dijiwir sekeras-kerasnya.
"Aduhhh !" kembali Blo'on menjerit kesakitan, "awas, kalau daun telingaku sampai putus, engkau harus mengganti !"
"Engkau tak mengandung penyakit apa-apa, "kata Gan Kui, "manakah yang engkau rasakan sakit?
"Aku tak sakit, hanya ingatanku yang hilang."
"O, kepalamu akan kuperiksa. Menunjuklah," seru sinshe
itu.
Blo'onpun menunduk.
Tabib itu mengambil sebuah palu kayu lalu dipukulkan ke kepala Blo'on, tuk . . .
"Aduh .. " Blo'on menjerit kesakitan tetapi sinshe itu tak menghiraukan. Ia memukul gundul Blo'on sampai duabelas
kali.
"Aneh," gumam tabib itu.
"Apa yang aneh ?" tanya Blo'on. "Urat-Urat kepalamu masih berjalan baik. Buktinya, setiap kali kupukul tentu membenjul. Itu tandanya masih hidup."
Blo'on meringis. Ia memaki dalam hati: "Setan, kalau kepalamu kupukul dengan palu, tentu akan benjul juga."
"Kalau begitu terpaksa aku harus memeriksa rohmu," kata sinshe itu seraya menghampiri almari. Menyimpan palu kayu mengambil sebuah cermin besar berbentuk segi-delapan.
"Bukalah pakaianmu !"
Blo'onpun menanggalkan jubah hitam dari tabib itu.
"Semua"
"Hai, semua? Apa engkau suruh aku telanjang?
"Ya, agar dapat kulihat apakah rohmu Mu masih ada di dalam tubuhmu. Dengan kaca wasiat Peneropong-roh ini, tentu dapat kuketahui keadaan rohmu yang sebenarnya."
"Ah, malu ... "
"Mengapa malu ? Aku orang lelaki dan engkaupun anak lelaki. Dan lagi disini tak ada lain orang kecuali kita berdua. Mengapa harus malu?"
"Malu ya malu !" sahut Blo'on kaku.
"Kalau malu ya sudah, silahkan pulang saja. aku tak dapat mengobati," kata si tabib juga jengkel.
"Ya, sudahlah," kata Blo'on lalu melepas baju dan celananya sehingga dia telanjang bulat.
"Berdiri tegak kearahku, angkat kedua tanganmu keatas," seru tabib itu pula.
Blo'on mendongkol sekali. Tetapi apa boleh buat, terpaksa ia melakukan perintah itu.
Si tabib pun lalu mengacai seluruh tubuh Blo'on dengan cermin sesi-delapan. Tiba-Tiba ia hentikan kacanya pada alat kelamin Blo'on.
"Hai, mengapa engkau memandang begitu lama ?" Blo'on malu dan mendongkol sekali.
Tabib itu tertawa : "Ho, kiranya engkau masih perjaka,
bukan ?"
"Perjaka bagaimana ?" "Belum pernah kawin."
"Ya," Blo'on mendengus, "lalu engkau mau apa kalau aku masih perjaka."
Tabib tak mau meladeni. Ia mengacai dada si Blo'on, setelah itu ia berkata : "Ah, benar, benar. Tak heran kalau ingatanmu hilang, bung."
"Kenapa ?" Blo'on kerutkan alis.
"Roh-mu telah diambil orang karenanya ingatanmupun ikut hilang. Tanpa roh, orang tak dapat berpikir.
"Kurang ajar !" Blo'on melengking, "makanya pikiranku serasa hampa. Lalu siapakah yang mencuri rohku itu ?"
"Itu harus dicari dulu," sahut Gan Kui. .
"Bagaimana mencarinya ?"
"Itu urusanku, engkau tak perlu tahu. Aku dapat mencari siapa pencurinya lalu kuambil rohmu dan kukembalikan kedalam tubuhmu."
"O, terima kasih, terima kasih, sinshe, "seru Blo'on gembira ria dan memberi hormat.
Sinshe itu terlongong: "Pengobatan disini bukan pertolongan cuma-cuma. Bukan hanya dibayar dengan terima kasih tetapi harus dengan uang."
"Ya, ya, tak apa. Pokok aku sembuh, uang itu gampang."
"Berapa engkau sanggup membayar ?"
"Berapa engkau minta ?" balas Blo'on.
"Berapa banyak uang yang engkau bawa ?"
"Uang ? O, aku belum membawa. Tetapi begitu sembuh, aku akan pulang mengambil uang, jangan kuatir."
"Ngaco !" bentak tabib itu, "aku bukan anak kecil yang dapat engkau permainkan. Ada uang, engkau kuobati. Tidak punya uang, silahkan pulang !"
Bio'on melongo.
'"Eh, bung, apa isi buntalan yang engkau bawa itu?" tiba-tiba si tabib berseru sambil memandang bungkusan yang tersanggul di punggung Blo'on"
"Ini? O, kulit harimau'' jawab Blo'on, "apakah engkau mau kubayar dengan kulit harimau ini?" ia terus menurunkan buntalan dan membuka isinya, "jangan kuatir, ambil dulu kulit harimau ini, setelah sembuh aku segera pulang mengambil, uang dan kutebus kulit harimau ini. Terus terang,! ini bukan milikku sendiri."
Gan Kui tertegun ketika melihat kulit harimau yang masih utuh. Tanyanya: "Dari mana engkau memperoleh kulit harimau itu ?"
"Dan seorang pemburu."
"Pemiliknya tentu engkau bunuh, bukan ?" tabib Gan Kui menegas.
"Tidak dia masih hidup. Eh, apa ? Engkau bilang aku membunuh ? Tidak, tidak Dia sudah mati sendiri !"
Tabib Gan Kui melongo. Ia tak mengerti ucapan Blo'on yang simpang siur itu. Semula bilang orang itu masih hidup, kemudian mengatakan kalau sudah mati.
"Eh, bung," tegurnya, "kalau bicara supaya yang jelas. Siapa yang masih hidup dan siapa yang sudah mati ?"
"Yang masih hidup, pemburu harimau. Yang sudah mati manusia harimau. Jelas ?" seru Blo'on dengan garang.
"Apa? Manusia harimau?" Gan Kui terbeliak "Ya, seorang manusia yang menyaru jadi harimau, tinggalnya dalam guha di lembah karang."
"Setan, engkau yang membunuhnya ?" tabib, itu merah matanya.
"Bukan, aku tak membunuhnya. Dia mati sendiri," kata Blo'on.
"Bagaimana engkau tahu kalau dia mati sendiri?"
"Karena ketika aku masuk kedalam guha, kakiku terantuk mayatnya yang membujur di tanah dengan tak bernyawa ... "
"Bohong !" tiba-tiba tabib itu mencekik leher Blo'on, "engkau tentu yang membunuhnya !"
Karena dicekik, Blo'on mendelik matanya. Ia meronta-ronta hendak menyiak tangan tabib itu. Tetapi gagal. Karena kesakitan, kaki Blo'on menendang perut si tabib, plak . . . tabib itu menjerit dan terpelanting jatuh ke belakang. Kepalanya membentur lantai hingga membenjul.
"Eh, sinshe, mengapa engkau mencekik leherku? Apakah engkau hendak membunuh aku ?" kata Blo'on seraya mengangkat bangun tabib itu.
Rupanya tabib itu menyadari bahwa pemuda yang blo'on itu ternyata memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Tendangannya tadi benar-benar hebat sekali. Diam-Diam ia mengatur siasat.
"Ah, karena tegang, aku sampai lupa mencekik lehermu," katanya dengan nada berobah ramah, "lalu manusia harimau itu sudah mati ?"
"Sudah kubawa kedesa dibawah gunung dan setelah digebuki penduduk lalu dikubur," kata Blo'on.
"O, bagus! Memang pengganggu rakyat itu harus dibunuh," kata tabib Gan Kui, "mengingati engkau telah berjasa kepada rakyat, maka akupun dapat memberi kelonggaran kepadamu. Engkau akan kuobati sampai sembuh, setelah itu engkau pulang mengambil uang. Engkau tentu sungguh akan kembali kesini, bukan ?"
"Tentu," sahut Blo'on, "aku tak pernah bohong"
"Tetapi engkau harus tinggal disini cukup lama. Apakah engkau sanggup ?"
"Berapa lama ?"
"Tergantung dari usahaku merebut rohmu dari pencuri itu. Untuk mencari si pencuri, memakan waktu tujuh hari. Syukur kalau bisa lebih cepat. Hal itu tergantung dari tingkat kesaktian si pencuri. Kemudian untuk mengambil dan mengembalikan rohmu kedalam tubuhmu, juga akan waktu tujuh hari. Jadi paling tidak engkau harus tinggal disini setengah bulan."
"Bagaimana kalau aku turut padamu mencari si pencuri. Apabila ketemu, ambil saja roh itu terus masukkan ke dalam tubuhku. Bukankah itu dapat lebih cepat daripada aku harus menunggu disini ?" kata Blo'on.
"Ho, engkau kira aku pergi mencari pencuri itu kemana-mana?" kata sitabib, "ketahuilah. Dalam waktu tujuh hari itu akan mengadakan sembahyangan untuk memanggil roh dari sipencuri. Itu-pun tidak-mudah. Kalau dia tak mau datang, terpaksa aku harus memaksanya. Dan kalau dia lebih sakti ilmunya, kemungkinan aku juga bisa kalah. Maka engkau harus tinggal disini agar engkau tidak mengalami gangguan yang lebih hebat lagi."
Habis berkata tabib itu mengambil secarik kertas kuning lalu menulis coretan-coretan, ditempelkan di pintu kamar.
"Inilah hu atau jimat penolak setan. Karena rohmu kosong, engkau mudah dimasuki setan, "kata sitabib lalu menutup pintu dan terus ngeloyor pergi.
Blo'on seorang diri tinggal dalam kamar yang hanya diterangi lilin. Jelas ia tahu bahwa kamar itu berada dibawah tanah Tiba-Tiba ia mendengar dari lain kamar, suara wanita menangis dan suara seorang lelaki yang tertawa-tawa.
Heran, mengapa ditempat semacam ini terdapat orang perempuan? ia mulai tak enak. Ketika seorang pelayan kecil datang mengantar makanan iapun bertanya: "Hai, bung kecil, kemana sinshe?"
"Sinshe berada diatas, masih sibuk menerima tetamu," sahut kacung kecil itu.
"Tempat apakah ini ?" tanya Blo'on. "Tempat orang sakit yang perlu dirawat lama."
"Lalu siapakah orang perempuan yang menangis dan lelaki yang tertawa dilain kamar itu ?"
"Kata sinshe, perempuan itu menderita penyakit kemasukan setan dan lelaki itu suaminya."
"Engkau bawa apa itu?"
"Makanan dan minuman," kata kacung kecil, lalu berbisik, "untunglah masih ada untuk tuan. Tadi makanan dan minuman yang diperuntukkan tuan. karena gelap, telah kujatuhkan. Terpaksa ku ambilkan lagi yang baru. persediaan untuk sinshe. Tetapi harap tuan jangan bilang pada sinshe. Kalau dia tahu, aku tentu dipukuli."
Setelah kacung itu pergi, tanpa banyak pikir, Blo'on terus melahap makanan itu sampai habis. Setelah kenyang iapun terus tidur. Beberapa waktu kemudian, tiba-tiba ia terkejut mendengar suara orang masuk ketempat itu, dan berhenti dimuka pintu kamar Blo'on.
"Ah, sebenarnya aku memerlukan sekali pada anak itu. Dia masih perjaka. Sari perjakanya itu itu kubutuhkan untuk ramuan obat panjang umur" kata salah seorang yang berada diluar pintu," tetapi apa boleh buat, karena lotiang yang meminta, akupun terpaksa rnemberikan."
Blo'on terkejut, la kenal suara itu sebagai nada tabib Gan
Kui.
"Huh, setan, dia tabib jahat !" gumam Blo'on dalam hati.
"Ah, engkau masih bisa mendapat lain pemuda. Tetapi bagi Hoa-san-pay dia penting sekali artinya. Dia berani mengacau markas kami dan membunuh Beruang-sakti Han-Tiong, salah seorang tianglo Hoa-san-pay. Maka dia harus kubawa ke anarkas untuk disembelih dan disembahyangkan di depan makam Han sute," kata orang yang seorang,
Mendengar itu Blo'on hampir menjerit kaget Ternyata yang
datang itu salah seorang tianglo Hoa-san-pay yang akan
menangkapnya. Celaka
"Tetapi bagaimana lotiang dapat mengetahui kalau anak itu datang kesini ?" tanya Gan Kui. .
"Seorang pemburu bernama Him Pa yang tinggal didaerah gunung Hoa-san, memberitahukan kepadaku bahwa anak itu hendak berobat kemari."
"Keparat si Him Pa itu Dialah kiranya yang memberi tahu kepada kakek Hoa-san-pay ini, "damprat Blo'on.
"Lotiang," kata si tabib, "maaf, tetapi karena terpaksa maka aku memberanikan diri untuk mengatakan hal ini kepada lotiang. Dalam membuka usaha pengobatan disini, apa yang kuterima dari orang-orang yang minta obat, tidaklah memadai dengan ongkos-ongkos yang harus kukeluarkan. Bahkan
sering aku harus memberi obat cuma-cuma kepada orang
miskin. Karena itu aku mohon totiang suka memberi uang pengganti untuk diri anak itu."
"Hm, berapa engkau minta ?" dengus Naga-besi Pui Kian.
"Tak banyak, cukup seratus tail perak saja."
"Terlalu banyak. Aku hanya membawa dua puluh tail perak, terimalah," kata tetua kesatu dari Hoa-san-pay seraya
mengeluarkan sekantong perak, hancur dan diserahkan kepada si tabib.
Apa boleh buat, terpaksa Gan Kui menerima Ia tahu bahwa
orangtua dari Hoa-san pay itu amat sakti. Kalau sampai
menimbulkan kemarahannya, tentu runyam. Masih untung kakek itu mau memberi uang, kalau dia meminta anak itu dengan paksa, iapun juga tak dapat berbuat apa-apa.
Gan Kui mendebur pintu tetapi tiada penyahutan. Sambil mengeluarkan seuntai anak kunci, tabib itu berkata : "Anak itu tentu sudah pingsan. Makanan yang diberikan kepadanya,
kusuruh mencampuri obat bius."
Pintu terbuka dan tabib itu dengan lenggang melangkah masuk. Ia heran mengapa ruangan itu gelap gelita. Tetapi ia
tak peduli dan langsung menghampiri ketempat tidur. Memang dilihat sesosok benda terlentang di atas pembaringan.
Ketika tiba di muka pembaringan ia terus ulurkan tangan
hendak menjamah benda itu. Tiba-Tiba tengkuknya dicekik
keras dan mulutnya didekap orang. Sedemikian keras cekikan
itu sehingga ia tak dapat bernapas
"Hm, mengapa dia tak keluar lagi ?" gumam Naga-besi Pui Kian yang masih menunggu diluar pintu, "hai, Gin Kui, mengapa tak lekas membawanya keluar ?"
Tetapi tiada penyahutan.
Waktu Gan Kui minta uang tebusan, Naga-besi Han Tiong sudah mempunyai kesan tak baik terhadap tabib itu. Dan setelah masuk kedalam kamar Gan Kui tak keluar lagi, Han Tiong makin curiga. Ia duga tabib itu hendak main gila. Mungkin didalam kamar terdapat pintu rahasia untuk meloloskan diri. Bukankah tabib itu sesungguhnya merasa sayang untuk melepas anak itu ?
"Hm, kalau berani main gila dengan aku," ia terus melangkah masuk.
Kamar gelap dan sesaat ia tak dapat melihat jelas keadaan dalam kamar itu. Baru berapa langkah ia melalui pintu, tiba-tiba punggungnya terasa dilanda oleh segelombang angin keras. Cepat ia berputar diri seraya menghantam, prak ... Ia terkejut karena merasa telah menghantam batok kepala orang sehingga tangannya basah dengan air.
"Darah . . ," serunya makin kaget. Cepat ia menyulut korek dan astaga . . . Gan Kui terkapar di lantai dengan kepala pecah !
Kakek Hoa-san-pay menyuluhi kamar tetapi tak melihat Blo'on. Segera ia tersadar apa yang telah terjadi. Ia duga waktu masuk kedalam ruang, Gan Kui tentu kena diringkus si Blo'on. Dan ketika ia masuk, pemuda itu tentu sudah siap melemparkan tubuh Gan Kui, lalu menyelinap keluar.
"Hm, setan itu dapat mempermainkan aku lagi," secepat kilat tetua nomor satu dari Hoa-san pay itu terus melesat keluar, mengejar si Blo'on. Ternyata pintu masuk kedalam ruangan di bawah tanah itu telah tertutup. Tentulah ditutup si Blo'on. Pintu itu terbuat dari papan besi.
Darrr . . . dengan kemarahan menyala-nyala kakek dari Hoa-san-pay itu Kerahkan tenaga-dalam menghantam pintu penutup. Daun pintu besi itupun mencelat dan terbukalah lubang diatas titian. Sekali ayun, tubuh kakek Hoa-san-pay itupun sudah melayang ke atas lalu melesat keluar dari rumah sitabib.
Saat itu rembulan terang. Dengan matanya yang tajam, dapatlah si Naga-besi Pui Kian melihat jejak si Blo'on yang lari. Walaupun sudah jauh dan pula pada waktu tengah malam, namun karena sosok tubuh pemuda itu diikuti oleh tiga ekor binatang yakni anjing, monyet dan burung rajawali, dapatlah kakek Hoa-san-pay itu mengenalinya.
Dengan gunakan ilmu gin-kang, berlarilah Naga-besi Pui Kian mengejar Blo'on. Ternyata Blo'on pemuda itu lari menurut si pembawa kakinya. Ia tak tahu kemana arah larinya. Pokok lari kencang, makin jauh makin baik.
Tetapi apabila ia berhenti sebentar dan berpaling ke belakang, darahnya mendebur keras lagi. Dari sinar rembulan yang menerangi bumi, dapatlah ia melihat jelas sesosok tubuh orang yang berlari sepesat angin menyusup jalan yang telah dilaluinya. Ya, tak salah lagi, tentulah orang itu kakek Hoa-san-pay. Blo'on tancap gas lagi, lari te kuat-kuatnya.
Angin malam terasa menderu-deru, menampar muka dan mendesing telinganya. Ia tak menyadairi bahwa sesungguhnya ia dapat berlari dengan pesat tak kalah dengan orang persilatan yang memiliki ilmu gin-kang. Itulah sebabnya maka sampai beberapa waktu, ia dapat mempertahankan jarak tertentu dengan Naga-besi Pui Kian.
Anjing kuning tetap lari dibelakangnya. Sedangkan monyet kecil naik di punggung rajawali pun terbang mengikuti jejak Blo'on.
Setelah melintasi sebuah hutan, ia seperti berlari keatas sebuah puncak gunung. Entah apa nama gunung itu. Sebuah pegunungan karang.
"Hai . . . " Blo'on tiba-tiba menjerit kaget ketika jalan yang ditempuhnya itu ternyata sebuah jalan buntu., yang menjurus kesebuah jurang. Menyadari tak mungkin dapat melanjutkan lari ke muka Blo'on terus berputar diri hendak lari balik. Tetapi tiba-tiba kakek Hoa-san-pay sudah tiba dihadapannya.
"Ho, hendak lari kemana engkau sekarang?" Naga-besi Pui Kian menyeringai seraya melangkah maju menghampiri'
"Lo-cianpwe, harap percaya padaku.. Aku tak membunuh ketua Hoa-san-pay dan kakek yang seorang itu ... .
"Mengapa engkau masih banyak mulut? Kalau aku percaya, masakan aku mengejarmu sampai disini
"Lalu dengan cara bagaimana aku dapat membuat lo-cianpwe percaya ?" seru Blo'on.
"Menyerahkan dirimu !" ,
"Akan disembelih ?"
"Ya," sahut Naga-besi Pui Kian seraya tetap maju menghampiri.
Melihat itu Blo'onpun mundur.
"Aku tak mau !" seru Blo'on.
"Boleh," jawab Naga-besi Pui Kian, "asal , engkau mampu melawan aku sampai lima jurus."
Blo'on gemetar.
"Dapat kuringankan lagi asal engkau mau menjawab dua buah pertanyaanku. Dimana Walet- kuning Hong-ing, murid perempuan perguruaan Hoa-san-pay itu ?"
"Entah, aku tak tahu karena aku sendiri tergelincir ke dalam
telaga ... "
"Siapa yang membunuh Beruang-sakti Han Tiong ?"
"Entah, karena ketika aku memeriksanya, dia memang sudah mati."
"Baiklah," kata tetua nomor satu dari Hoa-san-pay itu," sekalipun tak dapat kuberikan keringanan tetapi masih dapat kuberikan kesempatan kepadamu. Engkau boleh memakai senjatamu dan melawan aku."
"Tidak, aku tak punya senjata. Kulau cian pwe hendak menggunakan senjata, silahkan "
Kata-Kata Blo'on itu membangkitkan keangkuhan Naga-besi Pui Kian, dengusnya : "Hm, engkau kira aku ini orang apa ? Baik, kalau engkau tak punya senjata, akupun akan memakai tangan kosong untuk mencabut nyawamu !"
"Ih, mengapa engkau berkeras hendak mengambil jiwaku ?"
gerutu Blo'on.
"Engkau lebih muda, silahkan engkau menyerang lebih dulu," seru Naga-besi Pui Kian.
"Tidak mau !" bantah Blo'on, "aku tak mau berkelahi. Kalau engkau hendak membunuh aku, terserah . . . . "
Naga-besi Pui Kian tahu kalau anak itu memang blo'on. Percuma saja ia berbanyak kata, Maka ia terus saja membuka serangan dengan sebuah gerak Rajawali-menerkam-kelinci. Loncat ambil menerkam.
Blo'on ketakutan dan cepat loncat kesamping. Sekalipun terhindar tetapi tubuhnya teihuyung juga karena deru angin gerakan tangan kakek itu. Sebelum ia dapat berdiri tegak Naga besi Pui Kianpun sudah menyusuli dengan sebuah pukulan Biat-gong-ciang atau pukulan Pembelah-angkasa yang dahsyat.
Naga-besi Pui Kian menganggap Blo'on memiliki ilmu silat yang tinggi Maka pukulan Biat-gong ciang yang dilancarkan itu diisi dengan delapan bagian tenaga-dalam. Dan pukulan itu dapat menghancurkan batu karang pada jarak beberapa meter.
Blo'on tak berdaya lagi menghadapi pukulan itu. Luas pengaruh pukulan itu sampai mencapai sepuluh meter keliling. Kemanapun ia hendak lari tentu tetap termakan pukul itu.
Tiba-Tiba sepercik angin tajam melanda dari belakang. Tajam sekali. Serempak menyusul teriakan seseorang: "Hai, berhenti dulu. Mengapa seorang kakek tak tahu malu hendak membunuh seorang anak tanggung.
"Jahanam, mengapa menyerang orang secara begitu pengecut," Pui Kian menghindar. Dia dapat terlepas dari benda
hitam itu tetapi tidak si Blo'on. Karena menghindar ke samping, benda hitam itu terus meluncur maju dan tepat mengenai bahu muka si Blo'on.
"Aduh ..." Blo'on menjerit dan lebih kaget, pula ketika bahu dadanya tertabur sebuah benda yang amat kuat tenaganya.
Blo'on dapat terhindar dari pukulan Biat-gong-ciang tetapi tak urung tubuhnya terdorong ke belakang dan, ah ... . tubuh si Blo'on terdorong ke belakang jatuh ke dalam lembah.
Naga-besi Pui Kian kaget dan cepat berpaling ke belakang. Demi dilihat yang muncul itu seorang pengemis tua, iapun
menggeram : "Ho, pengemis tua, mengapa engkau berani lancang menyerang tawananku ?"
Yang muncul itu memang Hoa Sin, pengemis aneh yang
memimpin perguruan Kay-pang.
"Sama sekali tidak," sahut pengemis sakti itu, "aku hendak mencegah cianpwe karena kulihat tak pantas seorang cianpwe
yang begitu dihormati, ternyata sampai hati juga untuk
membunuh seorang anak yang tak mengerti apa-apa.
Kutimpuk dengan kayu tetapi luput. Yang kena anak itu
sendiri. Sampai anak itu terlempar jatuh ke dalam jurang
"Ho, rupanya engkau habis makan hati macan," seru Naga-besi Pui Kian, "sehingga engkau lancang tangan hendak mencegah tindakanku."
"Jangan salah faham totiang," sahut Hoa Sin, "aku hanya
hendak mencegah totiang membunuh seorang anak. Karena totiang dapat menghindari, timpukanku kayu mengenai bahu anak ini dan diapun terus meluncur kedalam jurang. Aku benar-benar heran melihat seorang tua bertempur dengan
seorang anak. Aku tak tahu kalau yang bertempur itu totiang. Maksudku hanya mencegah dan tak menyangka kalau anak itu terkena kayu yang kutimpukkan dan terjebur kedalam jurang. Ah, dia tentu binasa ... "
Tanpa menghiraukan Naga-besi Pui Kian yang masih marah, ketua Partai Pengemis itu terus menghampiri tepi jurang dan melongok ke bawah. Bergidikiah buluromanya ketika melihat betapa curam jurang itu sehingga tak kelihatan dasarnya . . .
"Hoa pangcu," tiba-tiba Naga-besi Pui Kian berseru bengis, "mustahil seorang tokoh berilmu tinggi seperti engkau tak dapat melihat bahwa yang bertempur itu aku, orangtua dari Hoa-san-pay yang bernama Pui Kian. Bukankah maksudmu hendak menolong anak itu ?"
"Pui totiang," sahut Hoa Sin si Pengemis" sakti-jari-enam. "hari begini malam dan aku masih berada jauh ketika melihat totiang lepaskan pukulan biat-gong-ciang kepada anak itu. Aku benar-benar tak tahu kalau totiang . , . "
"Engkau bohong, Hoa paogcu," tukas Naga besi Pui Kian."bersikaplah sebagai seorang ketua perguruan yang berwibawa bahwa engkau memang benar-benar hendak melepaskan anak itu dari tanganku."
"Totiang," jawab Pengemis-sakti Hoa-Sin, "sama sekali aku tak kenal siapa anak itu, bajai mana totiang mengatakan aku hendak menolongnya ? Eh apa sebab totiang hendak menangkap anak itu ?"
"Hm, dia telah mengacau markas Hoa-san-pay dan membunuh salah seorang sute ku. Beruang sakti Han Tiong'!"
"Hai" Hoa Sin melonjak kaget, "benarkah itu? Ah, masakan seorang anak begitu macam mampu membunuh seorang tiang-lo Hoa-san-pay yang sakti ?"
"Aku tak membutuhkan kepercayaanmu tetapi tanggung jawabmu melepaskan anak itu dari tanganku !" tukas Naga-besi Pui Kian.
Pengemis-sakti Hoa Sin terbeliak: "Eh, bukan kah anak itu sudah binasa didalam jurang Mengapa totiang masih akan meminta pertanggungan jawabku lagi ?"
Naga-besi Pui Kian mendengus: "Hm, memang anak itu sudah mati di dasar jurang tetapi kematiannya bukan disebabkan dari tanganku melainkan dari perbuatanmu. Dan perbuatanmu itupun sebenarnya bukan hendak membunuhnya melainkan hendak menolongnya. Dengan begitu jelas engkau hendak menghina kami orang Hoa-san-pay !"
"Tidak, tidak," seru Hoa Sin, "sama sekali aku tak
mengandung maksud begitu. Harap totiang jangan salah
mengerti. Aku hendak mencegah karena ingin tahu
persoalannya. Setelah tahu dia memang bersalah, tentu akan
kupersilahkan totiang membunuhnya. Bahkan kalau perlu,
totiang boleh menitahkann aku membunuh anak itu."
Naga-besi Pui Kian tertawa mengerontang, serunya : "Memang pada masa akhir ini nama Hoa-san-pay tampak pudar di mata orang persilatan. Hoa-san-pay selalu menjadi buah ejekan dunia persilatan ... "
"Ah, tidak, totiang," kata Hoa Sin, "Hoa-san-pay tetap kami indahkan sebagai salah sebuah dari Tujuh Partai Besar di dunia persilatan."
Pui Kian tertawa dingin: "Itu hanya kata-kata kosong untuk menghibur hati. Buktinya, saat ini Hoa pangcu telah menghina Hoa-san-pay ... "
"Pui totiang . . . !"
"Naga-besi Pui Kian yang sudah tua, akan mencuci bersih hinaan itu '."
"Ah, totiang, mengapa engkau ... "
"Hoa pangcu, jangan banyak bicara. Mari kita selesaikan urusan ini secara ksatrya !"
"Totiang ... "
"Hoa Sin. sambutlah seranganku ini!" bentak Naga-besi Pui
Kian seraya menghantam
—ooOdwOooo—
bersambung

No comments:

Post a Comment