Thursday, May 12, 2011

Pendekar Bloon - 1. Mayat Mengembara

Suasana Wisma Perdamaian dipuncak Giok-li-nia gunung Lo-hu-san tampak tegang- Beberapa tokoh persilatan yang termasyur sedang mengadakan perundingan penting.
It ciang gan atau Jari-tunggal-penakluk-dunia Kim-Thian-cong yang menjadi pemimpin Dunia Persilatan telah meninggal dunia. Menerima berita itu, Hui Gong taysu ketua Siau-lim si segera bergegas menuju ke Giok-li-nia. Demikian pula
Ang Bin tojin ketua Bu-tong pay, Hong Hong totiang ketua Go bi Pay, rahib wanita Ceng Sian suthay ketua Kun-lun-pay dan Sugong In ketu Kong tong; pay.
Mereka termasuk anggauta tujuh partai besar yang menanda-tangani Piagam Perdamaian. Kim Thian-cong lah yang menciptakan piagam itu dan mendirikan Wisma Perdamaian dipuncak Giok-li-nia.
"Apakah kita Perlu menunggu kedatangan ketua Hoa San pay dan ketua Kay Pang yang belum datang ?" tanya Hui Gong Taysu.
"Urusan ini sangat penting dan gawat, baik-lah kita tunggu dulu kedatangan mereka. Apabila sampai tengah malam mereka belum datang, terpaksa kita tinggal", Hong Hong tojin ketua Gobi-pay menyatakan pendapat.
"Benar," sambut Ang Bin tojin atau Imam Muka-merah ketua Bn-tong-pay, "kita harus cepat mengambil keputusan dan bertindak. Besok pagi mungkin sudah tak sempat karena tetamu2 tentu sudah mem-banjir datang."
Ceng Sian suthay dan Sugong In menunjang pendapat ketua Go-bi-pay juga dan Hui Gong tay-supun memutuskan demikian. Ketua Siau-lim-si itu berpaling kearah tiga anak muda yang berdiri di-samping meja.
"Apakah pesan terakhir dari Kim tayhiap kepada sicu sekalian ?" seru ketua Siau-lim-si itu.
Sicu artinya "anda", istilah yang digunakan kanm paderi apabila menyebut lain orang.
"Suhu ingin apabila mungkin, supaya puteranya dapat melihat wajah suhu yang terakhir," sahut Tio Goan-pa, murid pertama dari Kim Thian-cong.
"O, puteranya yang bernama Kim Yu-yong itu ? Dimanakah Kim sicu sekarang ?" tanya Hui Gong taysu.
Goan-pa menghela napas : "Ah, sudah sejak lima tahun yang lalu, Yu-yong sute pergi meninggalkan rumah, entah berada dimana ?"
Hui Gong taysu terperanjat : "Pergi ? Mengapa dia pergi ?".
Dengan suara rawan Goan-pa menjawab : "Suhu mengusirnya karena jengkel . . . . "
"Jengkel ?" Hui Gong taysu menegas makin heran, "apakah kesalahan Kim sicu sehingga Kim tayhiap mengusirnya ?"
Goan-pa muram wajahnya namun menyahut-lah ia dengan lancar : "Yu-yong sute keras kepala dan tak mau menurut kata2 ayahnya. Disuruh belajar silat, tak mau. Disuruh belajar ilmu sastra, pun menolak. Kerjanya setiap hari hanya bermalas-malasan, bermain-main dan piara beberapa macam binatang, anjing, kera dan burung. Dan sejak subo meninggal dunia, Yu-yong sute makin binal. Karena jengkel, suhu lalu mengusirnya ..."
"Suhu keras hati, sekali sudah terlanjur mengusir ia malu untuk memanggil puteranya pulang," kata Goan-pa pula.
Keempat ketua partai persilatan itu terkesiap. Mereka tahu bahwa Kim Thian-cong hanya mempunyai seorang putera maka heranlah mereka mengapa Kim Thian-cong begitu tegah mengusir puteranya.
"Adakah Kim tayhiap tak pernah menyuruh sicu bertiga untuk mencari jejak Kim sicu ?" tanya Hui Gong taysu.
"Tidak pernah, "Goan-pa gelengkan kepala, tetapi kami bertiga diam2 memperhatikan keadaan suhu. Sejak ditinggal oleh subo dan Kim sutepun pergi, suhu tampak seperti kehilangan semangat, Suhu jarang bicara kalau tak perlu. Sehari-hari hanya bermurung diri dalam kamar."
"Lalu apakah tindakan sicu ?"
"Diam2 kami berunding dan memutuskan untuk bergiliran mencari jejak Yu-yong sute. Tetapi tak berhasil menemukan tempat beradanya," menerangkan Goan-pa.
"Benar, Kim tayhiap tentu amat menderita batin," tiba2 Ceng Sian suthay ketua Kun lun-pay membuka suara, "menilik keterangan Tio sicu tadi bahwa Kim tayhiap telah meninggalkan pesan terakhir agar puteranya dapat melihat wajahnya yang penghabisan kali, tentu Kim tayhiap amat merindukan puteranya. Kim tayhiap berjasa besar dalam menyelamatkan kehancuran partai2 persilatan Tiong-goan, maka wajiblah kita membalas amalnya itu dengan memenuhi pesannya yang terakhir."
"Ya, akupun setuju dengan pendapat Ceng Sian suthay," seru Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay, "Kim tayhiap seorang pendekar yang meng-abdikan seluruh hidupnya untuk kepentingan dunia persilatan sehingga dia tentu tak ada waktu untuk mendidik puteranya. Dalam hal ketidak bahagiaan-nya Kim tayhiap dalam rumahtangganya, secara moral kita juga ikut bertanggung jawab."
"Benar," Ang Bin tojin kembali berseru "maka selain mengusahakan agar pesan terakhir dari Kim tayhiap itu terlaksana kitapun wajib mencari puteranya itu sampai ketemu."
Setelah hening beberapa saat, Hui Gong taysu berpaling kepada Kwik Eng, murid kedua dari Kim Thian-cong : "Adakah Kim tayhiap memberi pesan juga kepada sicu?"
Pemuda itu mengangguk : "Ya, suhu pesan agar kelak dapat ditanam dipuncak Giok-li-nia di sisi subo."
"O, tentu saja akan kita laksanakan," kata Hui Gong taysu. Kemudian ketua Siau-lim-si itu bertanya. kepada Liok Sian-li dara lincah yang menjadi murid nomor tiga dari Kim Thian-cong : "Li-sicu, apakah Kim tayhiap memberi pesan kepada li-sicu ?”
Sian-li terkejut, wajahnya bergelombang ke-rut kemerahan. Beberapa saat kemudian baru me-nyahut : "Ah, suhu tak memnggalkan pesan apa2 kepadaku."
Hui Gong seorang padri. Ia percaya penuh pada orang, apalagi keterangan seorang anak perempuan, dan lebih2 murid Kim Tnian-cong, jago dunia yang termasyhur jujur, ksatrya dan mulia.
Suasana hening pula tetapi hati tokoh2 persilatan itu tetap sibuk memikirkan daya untuk melaksanakan pesan Kim Thian-cong. Mereka menyadari bahwa dalam perjuangannya selama berpuluh-puluh tahun untuk menyelamatkan partai2 persilatan agar pusaka ilmu warisan leluhur tak sampai lenyap itu, Kim Thian cong mengikat banyak persahabatan tetapi pun menanam banyak permusuhan. Banyak yang memuja tetapi tak sedikit pula yang membencl.
Tiba2 terdengar suara kentungan waktu beralun-alun memecah kesunyian. Saat itu tepat jam duabelas tengah malam.
"Ah. mengapa mereka belum datang ? Ada-kah terjadi sesuatu pada diri mereka ?" Hui Gong taysu mcmbuka pertanyaan. Pertanyaan yang tak dapat terjawab oleh ketiga ketua partai persilatan yang lain.
"Mengingat waktunya sudah amat mendesak dan pula kita sudah memberi waktu cukup untuk menunggu maka kurasa kita mulai saja perundingan itu." kata Ang Bin tojin dari partai Bu-tong-pay. Kawan-kawannya menyetujui.
Dalam pada menyetujui, Hui Gong taysupun mengajukan pertanyaan siapakah yang akan memimpin perundingan itu. Ketiga ketua partai persilatan serempak meminta agar paderi ketua Siau-lim-si itu yang menjadi pimpinan.
"Baik, demi kepentingan Kim tayhiap pin-ceng (aku) bersedia," kata Hui Gong taysu, "menurut hemat pinceng, perundingan ini terdiri dari dua pokok persoalan yang penting. Pertama, bagaimana kita hendak mengurus jcnnzah Kim tayhiap dan kedua, mengangkat pengganti Kim tayhiap sebagai Ketua Dunia Persilatan."
Kali ini Sugong In ketua Kong-tong-pay yang sejak tadi tak pernah buka suara, berkata : "Menurut hematku, usul Hui Gong taysu itu tepat sekali tetapi kuminta supaya acara pembicaraan di-mulaikan dahulu dari pemilihan ketua Dunia Persilatan, baru nanti meningkat pada pengurusan jenazah Kim tayhiap."
"Ah, pinto rasa tidak demikian," sanggah Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay," memilih ketua Dunia persilatan, bukan suatu hal yang sederhana, harus melalui liku2 yang panjang dan sukar. Misalnya, kedua ketua Hoa-san-pay dan Kay-pang karena berhalangan tak dapat datang, apakah kita berempat berhak untuk melakukan pemilihan itu ? Sedangkan soal pengurusan jenazah Kim tayhiap itu amat mendesak dan menuntut penyelesaian yang segera. Besok pabila para tetamu sudah datang, tentu tak sempat lagi kita mengatur."
Pernyataan ketua Bu-tong-pay itupun tepat. Memang mengangkat seorang ketua partai persilatan bukanlah mudah, apalagi seorang ketua Dunia Persilatan yang membawahi seluruh kaum persilatan.
Akhirnya berserulah rahib Ceng Sian suthay ketua Kun-lun-pay : "Pinni mengusulkan begini. Negara tak boleh seharipun tak mempunyai raja.
Demikian halnya dengan Dunia Persilatan. Berhubung Kim tayhiap sudah tutup usia, kedudukan ketua Dunia Persilatan tak boleh kosong walaupun hanya sehari saja. Karena dikuatirkan akan me-mimbulkan hal2 yang tak diingin. Setiap partai persilatan akan membawa kemauannya sendiri. Namun memilih ketua baru itu, bukanlah suatu hal yang mudah. Saat ini justeru menghadapi soal yang gawat, perlu adanya suatu pimpinan untuk mengatur kesatuan langkah dan tindakan. Maka pin-ni berpendapat agar kita memilih seorang pimpinan sementara. Setelah urusan jenazah Kim tayhiap selesai, barulah kita nanti tetapkan waktu untuk mengundang seluruh kaum persilatan guna memilih seorang ketua baru . , . .”
Ucapan rahib dari Kun-lun-pay itu tiba2 ber-henti setengah jalan ketika seorang lelaki tak di-kenal muncul dalam ruang perundingan. Seorang lelaki setengah tua yang rambutnya sudah menjunjung uban melangkah masuk dengan tenang. Goan Pa sebagai wakil tuan rumah, cepat menyongsong-nya. Setelah mengadakan tanya jawab beberapa saat, lalu mengantar lelaki setengah tua itu ke meja perundingan.
"Taysu dan cianpwe sekalian, inilah Pang To-tik cianpwe yang mewakiii partai Hoa-san-pay untuk menghadiri pemakaman suhu,” Goan-pa segera memperkenalkan pendatang itu kepada ke empat ketua partai persilatan.
”0, kiranya Pang sicu ini Oh-liong-kiam-hiap yang pernah menggemparkan dunia persilatan pada duapuluh tahun yang lalu. Pin-ceng sungguh beruntung sekali dapat berjumpa muka dengan Pang kiam-hiap," Hui Gong taysu memberi sambutan hangat.
Oh-liong-kiam-hiap artinya Pendekar-pedang-naga-tidur. Gelar itu diberikan orang persilatan kepada Pang To-tik karena senjatanya sebatang pedang pusaka bentuknya nienyerupai seekor naga melingkar. Sebenarnya dia adalah murid pertama dari perguruan Hoa-san-psy. Tetapi entah karena apa, tiba2 pada duapuluh tahun yang lalu ia menghilang tak berbekas. Setelah ketua Hoa-san-pay menutup mata, yang menggantipun sute dari Pang To-tik yalah Kam Sian-hong. Maka kemunculan secara tak terduga-duga dari jago pedang Naga-tidur Pang To-tik itu, mengejutkan para ketua partai persilatan yang tengah berkumpul dipuncak Giok-li-nia.
Setelah selesai saling memperkenalkan diri maka Pang To-tik mendahului memberi keterangan: "Karena Kam sute berhalangan datang maka terpaksa aku memenuhi permintaannya untuk hadir ke Giok-li-nia sebagai wakil Hoa-san-pay. Harap sekalian taysu dan totiang sudi memaafkan kelancangan Pang To-tlk yang goblok ini."
"Ah, harap Pang kiamhiap jangan keliwat merendah diri. Oraug persilatan manakah yang tak pernah mendengar kebesaran nama pedang Naga tidur iiu ?" Ang Bin tojin tertawa.
"Naga-tidur benar2 merontokkan nyali kaum persilatan Hitam. Setiap kali naga itu bangun, tentu banyak penjahat2 yang tidur selama-lamanya" Hong Hong totiang ketua Go-bi-pay ikut berkelakar.
Tiba2 rahib Ceng Sian suthay ketua Kun-lun-pay membuka suara : "Maaf, Pang Sicu, halangan apakah yang menimpah Kam Sian-hong ciang-bunjin (ketua) sehingga tak dapat hadir dalam peristiwa penting hari ini ?"
Sekalian ketua partai persilatan tertegun dan Pang To-tikpun menghela napas : "Hoa-san-pay mengucap terima kasih atas perhatian suthay kepada ketua kami. Menurut murid Hoa-san-pay yang diutus Kam sute menemui aku, saat ini Kam sute sedang "menutup" diri untuk menyelesaikan suatu ilmu warisan Hoa-san-pay yang selama ini belum pernah dicapai oleh tiga angkatan ketua Hoa-san-pay yang terdahulu."
"O . . . " desis rahib Ceng Sian, "rupanya Kam ciang-bunjin hendak membangun kembali keharuman nama perguruan Hoa-san-pay yang pada waktu akhir2 ini memang makin merosot dan makin silam. Muridnvapun makin habis . . "
"Omitohud !" tiba2 Hui Gong taysu ketua Siau-lim-si menukas kata-kata ketua rahib Kun-lun-pay itu. Rupanya karena kuatir akan menyinggung perasaan Pak To-tik, "roda dunia berputar demikian kehidupan segala sesuatu dalam dunia ini. Tumbuh, hidup dan mati. Mati lalu tumbuh lagi dan hidup. Walaupun Hoa-san-pay mengalami kemunduran tetapi tekad Kam ciang-bunjin untuk meyakinkan ilmu pusaka perguruan Hoa-san-pay itu, merupakan suatu pertanda akan kebangunan Hoa-san-pay lagi."
"Terima kasih, taysu," ucap Pang To-tik dengan nada tak bergairah.
"Oleh karena jumlah yang hadir sudah enam wakil perguruan, manlah kita lanjutkan perundingan lagi." kata Hui Gong taysu. Kemudian ia menyatatan persetujuannya atas pendapat Ceng Sian suthay agar memilih ketua sementara. Setelah selesai mengurus penguburan Kim Thian-cong barulah nanti menentukan suatu hari tertentu untuk mengadakan pemilihan ketua yang resmi.
Kelima ketua partai persilatanpun setuju. Mereka serempak memilih ketua Siau-lim-si sebagai pejabat ketua Dunia Persilatan, menggantikan ketua Kim Thian-cong yang meninggal dunia. Seberarnya Hui Gong taysu hendak menolak tetapi atas desakan sekalian wakil2 partai persilatan dan mengingat pentingnya persoalan itu, terpaksa ia menerima.
"Tiga bulan kemudian, pin-ceng akan mengundang para ketua parid persilatan yang menanda-tangani Piagam Perdamaian untuk menghadiri rapat pemilihan ketua yang baru," Hui Gong taysu, kemudian menambahkan pula, "nanti dalam upacara pemakaman jenazah Kim tayhiap, keputusan2 yang telah kita ambil ini akan pin-ceng umumkan."
Setelah acara pertama dapat diselesaikan maka Hui Gong taysu mulai merundingkan acara yang kedua yalah tentang pengurusan jenazah Kim Thian-cong. Kata ketua dari Siau-lim-si itu : "Mengingat Kim tayhiap telah meninggalkan pesan terakhir agar puteranya yang hilang itu dapat melihat wajahnya untuk penghabisan kali. Menilik bahwa musuh2 Kim Thay-eong mungkin akan hadir dalam pemakaman ini karena hendak mengacau maka kita harus memikirkan daya bagaimana menyelamaikan jenazah Kim tayhiap."
"Bukankah kata2 'menyelamatkan' itu berarti harus menjaga jenazah Kim tayhiap supaya tetap dalam keadaan begitu ? Artinya, kita tak boleh menanam jenazah Kim tayhiap ?" seru Ang Bin tojin.
"Benar, to-heng," sahut Hui Gong taysu, jenazah Kim tayhiap harus tetap begitu agar dapat dilihat puteranya."
"Ah, itu mudah saja," kata Ang Bin tojin, serahkan hal itu kepada Ceng Sian suthay yang memiliki obat pembalsem mayat. Jenazah Kim tayhiap tentu terpelihara baik."
Mata sekalian ketua partai persilatan mencurah kearah rahib sakti yang menjadi ketua perguruan Kun-lun-pay. Ceng Sian suthay tenang2 saja menjawab : "Ya, baiklah. Demi melaksanakan pesan Kim tayhiap, akan pin-ni usahakan agar jenazah Kim tayhiap tetap tak rusak."
Hui Gong taysu girang karena soal itu ternyata dengan mudah dapat diselesaikan. Kemudian ia berkata pula. Soal mengawetkan jenazah Kim tayhiap sudah selesai tetapi bagaimana kita dapat menyelamatkan dari gangguan tangan jahil musuh2 Kim tayhiap yang akan hadir itu ?"
"Ah, masakan terhadap orang yang sudah meninggal mereka masih hendak melampiaskan dendam 7" kata Hong Hong totiang ketua Go-bi-pay.
"Maaf, to-heng," seru Hui Gong taysu, "marilah kita jangan mengukur lain orang seperti ukuran hati kita. Lebih2 orang persilatan. Sebagai mana to-heng tentu mengetanui, banyaklah terjadi peristiwa2 yang ganjil dalam urusan balas dendam. Misalnya, karena ayahnya sudah meninggal, puteranya yang dibunuh untuk membayar hutang dendam ayahnya. Ada pula seluruh keluarganya yang dibasmi. Dan masih ada yang lebih ganas, yalah jenazah dari orang itu dihancurkan . . "
Tiba2 angin berhembus dan terdengarlah suara orang berseru : "Taysu benar, memang jenazah Kim tayhiap terancam bahaya pemusnahan . .!"
Kelima ketua partai persilatan serempak berpaling. Goan-pa, Kwik Eng dan Uok Sian-li malah sudah mencabut senjatanya. Tetapi pendatang itu menertawakan ketegangan mereka : "Amboi, masakan kalian hendak membunuh si Pengemis-jari-enam ini ! Ha, ha, ha ... "
Pendatang itu ternyata memang Liok-ci-sin-kay atau Pengemis-jari-enam Hoa Sin, ketua partai Kay-pang yang dinantikan kedatangannya tadi. Walaupun sudah kenal tetapi keenam ketua partai persilatan yang berada dalam ruangan situ tetap terkejut dan kagum karena mereka tak dapat mendengar gerakan ketua Kay-pang yang datang secara tiba2 itu.
"Hoa pangcu, kami sungguh sangat menantikan kedatangan pangcu. Mengapa sampai saat ini pangcu baru tiba ?" seru Hui Gong taysu.
"Maaf, taysu, sesungguhnya sudah siang tadi aku tiba dikaki gunung Lo-hu-san tetapi terpaksa aku harus tinggal disitu untuk menanti kedatangan orang," jawab ketua Kay-pang.
"Siapa ?"
"Pada waktu singgah di warung arak, kudenngar pembicaraan beberapa orang persilatan yang hendak menuju kepuncak Giok-li-nia sini, bahwa Tok-gan-hui-liong si Naga-terbang-mata-satu, dedongkot daerah gurun pasir Tibet akan datang. Demikian pula dengan Hong-sat-koay-ceng si Lhama-aneh-pasir-kuning, yang menjagoi daerah Mongolia itu akan memerlukan datang juga. Naga-terbang-mata-satu kehilangan sebelah matanya karenaa tertutuk jari-sakti dari Kim tayhiap. Dan
Lhama-aneh-pasir-kuning harus terbirit-birit pulang kandang karena dirubuhkan oleh Kim tayhiap dalam pertempuran maut dipuncak gunung Ko-san. Tentulah kedatangan mereka itu dengan maksud tak baik."
Hui-Gong taysu, Ang Bin tojin, Hong Hong totiang, Ceng Sian suthay, Sugong Yau dan Pang To-tik terperanjat.
"Memang malam tadi warung arak Cui-sian-lo (warung arak Dewa Mabuk) dikaki gunung Lo-hu-san penuh berdatangan beberapa tokoh persilatan dari beberapa daerah. Diantaranya kudapati seorang lelaki bermata satu yang berpakaian seperti orang Tibet. Kuduga dia tentu si Naga-terbang-mata satu. Sedang Lhama aneh Pasir-kuning belum tampak. Karena sudah hampir tengah malam maka aku segera bergegas naik kepuncak Giok-li-nia sini. Itulah sebabnya maka aku datang terlambat, maafkan."
"Memang pinceng pun mendengar berita tentang akan datangnya Thian- sat-cu si Algojo-dunia, raja golongan Hitam daerah utara."kata Ang Bin tojin.
"Bu-ing-sin-kun, pukulan tanpa bayangan, yang pernah menggemparkan dunia persilatan juga akan datang," kata Hong Hong totiang.
"Yang lebih hebat lagi," demikian Ceng Sian suthay pun ikut bicara, "Hiang Hiang Nio-cu si Dewi Wangi itupun kabarnya juga akan datang melayat."
Demikian beberapa ketua partai persilatan itu menyampaikan apa yang mereka dengar.
Hui Gong taysu segera menutup pembicaraan itu : "Jelas bahwa dalam pelayatan nanti tentu akan terjadi suatu peristiwa yang hebat. Kita harus bersiap-siap menghadapi kemungkinan yang tak diinginkan. Lalu bagaimana tindakan kita untuk menyelamatkan jenazah Kim tayhiap ?"
"Kita jaga disamping peti jenazah. Apabila ada tetamu yang hendak mengganggu peti jenazah dapat kita atasi." kata Ang Bin tojin.
Hong Hong totiang ketua Go-bi-pay. Ceng Sian suthay ketua Kun-lun-pay dan Sugong Yau ketua Kong-tong-pay menyatakan setuju.
"Bagaimana pendapat Hoa pangcu ?" tanya Hui Gong taysu kepada ketua Kay-pang.
Pengemis-sakti-jari-enam Hoa Sin agak tertegun. la garuk2 kepala seperti hendak memeras otak tetapi belum berhasil menemukan pemecahan: "Dengan tindakan menjaga peti jenazah itu, memang kemungkinan besar kita dapat menyelamatkan jenazah Kim tayhiap. Tetapi setiap kemungkinan, besar atau kecil, belum merupakan kepastian. Jadi masih ada kemungkinan akan gagal. Yang jelas. dengan tindakan kita itu. tentu akan terjcidi bentrokan dengan musuh2 Kim tayhiap. Dan bila terjadi pertempuran suasana dalam upacara sembahyangan peti jenazah tentu akan kacau. Kekacauan itu akan memungkinkan musuh2 Kim tayhiap untuk menghancurkan peti jenazah ..."
"Hm, "Hui Gong taysu mendesuh. Diam2 ia dapat menyetujui buah pikiran pengemis sakti itu. Walaupun ketujuh ketua partai persilatan itu tokoh'2 yang memiliki ilmu kepandaian sakti, namun musuh2 Kim Thian-cong tentu juga jago2 sakti dan berjumlah banyak juga. Ia mendesak : "Lalu bagaimana menurut pendapat Hoa pangcu?"
Ketua-Kay-pang garuk2 kepala : "Maaf, taysu, untuk saat ini aku belum menemukan cara yang tepat. Mohon taysu memberi sedikit waktu lagi."
"Baiklah," kata Hui Gong taysu yang segera mengarahkan pandang mata kepada Pedang-naga-tidur Pang To-tik. wakil dari Hoa-san-pay yang selama dalam pembicaraan tak pernah memberi suara apa2. Hui Gong taysu meminta pendapat jago Hoa-san-pay itu.
"Menurut pendapat Pang To-tik." demikian wakil Hoa-san-pay itu mulai - bicara, "ada suatu cara yang bagus untuk menyelamatkan jenazah Kim tayhiap. Tetapi karena cara itu luar dari biasanya dan tak lazim, maka aku kuatir taysu dan totiang sekalian tak dapat menerimanya."
Hui Gong taysu tertarik akan kata2 wakil Hoa-san-pay itu. Nadanya nyaring, kata-katanya jelas dan berwibawa.
"Silahkan Pang sicu mengutarakan pendapat. Suatu pendapat memang belum tentu diterima tetapi mengemukakan pendapat lebih baik daripada tidak. Dan pin-ceng percaya pendapat sicu itu tentu luas dan bagus."
"Ah, harap taysu jangan memuji dulu," Pang To-tik merendah diri, "begini taysu. Menurut pendapatku orang she Pang ini, baiklah kita sembunyikan jenazah Kim tayhiap disuatu tempat yang aman. Sedang peti jenazah yang ditaruh di~belakang meja sembahyangan para tetamu itu kita isi dengan benda lain. Apabila musuh2 Kim tayhiap turun tangan, yang hancur hanyalah benda pengganti jenazah Kim tayhiap
"Ngaco !" diluar kesadaran karena terkejut dan marah atas ucapan Pang To-tik, Ang Bin tojin membentak. "itu suatu penipuan, suatu penghinaan pada segenap kaum persilatan yang datang untuk memberi hormat terakhir kepada Kim tayhiap !"
"Benar, tindakan itu tidak patut dan bersifat pengecut !" sambut Hong Hong tojin dari Gobi-pay, "kutahu semasa hidupnya Kim tayhiap itu seorang ksatrya yang gagah perwira, tak mungkin dia dapat menerima tindakan semacam itu ! Kalau takut. Pang sicu tak perlu ikut menjaga peti jenazah."
Ceng Sian suthay dan Sugong Yau pun tak setuju. Hui Gong taysu sendiri diam2 pun tak puas dengan pendapat itu. Pada saat ia hendak bicara, tiba2 Pengemis-sakti-jari-enam Hoa Sin berseru : "Aku setuju dengan pendapat Pang To-tik kiamhiap !"
Sudah tentu pernyataan ketua Kay-pang itu mengejutkan sekalian orang. Serentak Ang Bin tojin bertanya": "Dengan dasar apa Hoa pangcu dapat menyetujuinya ?"
"Dasarnya hanya satu yalah menyelamatkan jenazah Kim tayhiap," sahut Pengemis-sakti-jari enam, "menyembunyikan jenazah Kim tayhiap dan mengganti isi peti jenazah dengan benda lain, bukan suatu penghinaan, bukan pula tindakan pengecut, Tetapi hanya suatu cara. Cara bagaimanapun, pokoknya jenazah Kim tayhiap dapat selamat !"
Ang Bin tcjin mendengus. Ketika ia hendak membuka suara. Pengemis-sakti sudah mendahului lagi : "Yang akan sembahyang didepan peti jenazah Kim tayhiap terdapat tokoh2 yang hebat. Bu-ing-sin-kun dengan pukulan yang tak bersuara, lhama Pasir-gurun-kuning dengan pukulannya yang dapat membakar, Naga-terbang-mata-satu dengan pukulannya Biat-gong-ciang (membelah ang-kasa). Thiat-sat-cu si Algojo-dunia dengan pukulan Bu-kek-jit-hun yang dapat menembus langit tujuh lapis dan Hiang Hiang niocu dengan pukulan Bunga Wangi yang dapat melenyapkan jiwa dan entah siapa lagi yang akan datang. Dapatkah kita menghadapinya ?"
"Ha, ha," Ang Bin tojin tcrtawa, "yang Putih tetap dapat mengatasi yang Hitam. Kejahatan tentu tertumpas oleh Kesucian. Harap pangcu jangan meremehkan kekuatan fihak sendiri dan gentar terhadap kekuatan lawan. Apabila kita bertujuh ketua partai persilatan besar ini bersatu, masakan durjana2 itu mampu mcnandingi ?"
"Ha, ha," Pengemis-sakti-jari-enam pun balas menyambut tawa, "apabila kaum durjana itupun bersatu padu, tentulah mereka dapat menandingi kita."
Berobahlah wajah ketua Bu-tong-pay itu, serunya tak senang : "Orang dari fihak manakah Hoa pangcu ini ?"
”Anggauta Tujuh Partai Persilatan !"
"Mengapa nada pangcu seolah-olah berfihak kepada mereka ?"
"Karena aku memikirkan kepentingan Tujuh Partai Persilatan. Oleh karena itu aku harus menilai dengan teliti kekuatan fihak lawan. Dalam ilmu perang dikatakan 'tahu kekuatan lawan dan kenal akan kekuatan sendiri, akan memenangkan peperangan'. Apabila kita menghadapi mereka satu demi satu, tentu kita menang. Tetapi dalam saat dan tempat seperti besok pagi, apabila kita menggunakan kekerasan, dalam keadaan terdesak mereka tentu akan bersatu untuk menghancurkan kita. Kalau mereka bersatu, itu bukan kehendak mereka tetapi karena kesalahan kita yang membuat mereka bersatu."
Sekalian orang tertegun mendengar uraian ketua Kay-pang itu. Diam2 merekapnn mengakui luasnya pemikiran tokoh pengemis itu.
"Taysu, totiang dan pangcu sekalian," tiba2 Pang To-tik buka suara, "ijinkanlah aku orang she Pang" ini menyatakan pendapat. Aku sendiri sudah sejak duapuluh tahun lamanya, mengasing-kan diri. Aku sudah tak mempunyai suatu keinginan untuk menjadi pendekar besar atau jago dunia persilatan. Adalah karena permintaan dari suteku maka aku terpaksa datang mewakili partai Hoa-san-pay."
Ia berhenti sejenak 'alu melanjutkan berkata: "Seorang ksatrya atau seorang panglima yang pandai, tidaklah selalu mengandalkan kegagahan dan keberanian. Tetapi dapat melihat gelagat, pandai menyesuaikan diri. Demikian dalam persoalan jenazah Kim tayhiap ini. Mengapa kita harus unjuk kegagahan dan keberanian apabila hal itu mungkin membahayakan jenazah Kim tayhiap yang kita hormati ? Yang penting, kita harus menyelamatkan jenazah Kim tayhiap. Caranya, tidak selalu harus menggunakan kegagahan dan keberanian. Kegagahan dan keberanian masih dapat kita salurkan, bila kelak kita memutuskan untuk menumpas kawanan durjana itu. Namun kalau totiang sekalian tak setuju pada usulku itu. Akupun tak dapat memaksa. Hanya perlu kutegaskan, bahwa Hoa-san-pay tak ikut bertanggung jawabapabila terjadi sesuatu pada jenazah Kim tayhiap”
Pernyataan wakil Hoa-san-pay itu didukung pengemis sakti. Mau tak mau kelima ketua partai persilatan harus mempertimbangkannya. Akhirnya, walaupun dalam hati beberapa orang tak puas namun mereka menyetujui cara itu.
Demikian segera diatur rencana penyembunyian jenazah itu. Jenazah Kim Thian-cong setelal diberi obat pembalsem oleh Ceng Sian suthay, di taruh disebuah peti lalu ditaruh disebuah kamar rahasia digedung kediaman keluarga Kim yang terletak dibelakang Wisma Perdamaian.
Kemudian dibuat orang-orangan dari kayu yang diberi pakaian Kim Thian-cong, dimasukkan dalam peti besar dan ditaruh diruang Wisma Perdamaian. Didepan peti segera disiapkan meja sembahyangan.
Karena putera Kim Thian-cong tak ada maka yang berdiri dikedua samping peti jenazah yalah Liok Sian-li dan Tio Goan Pa. Kwik Ing di tugaskan untuk menjaga peti yang berisi jenazah Kim Thian-cong dalam kamar rahasia. Tujuh ketua partai persilatan berjajar berdiri disamping meja. Pang To-tik meaemani Kwik Eng bertugas menjaga jenazah Kim Thian-cong dikamar rahasia.
Hari pertama telah banyak para tetamu da dunia persilatan yang datang. Makin hari mak bertambah banyak sehingga puncak Giok-li-i seolah-olah bertumbuh manusia. Dari pagi sampai malam tak henti-hentinya pendatang baru yang bersembahyang memberi penghormatan terakhir kepada pemimpin dunia persilatan itu. Dan selama itu dapatlah Hui Gong taysu dan keenam ketua partai persilatan bernapas longgar karena tak terjadi suatu apa.
Pada hari ketujuh, malamnya tetamu2 seperti meluap. Karena malam itu adalah malam terakhir, besok pagi jenazah akan dikubur. Tujuh hari tujuh malam menjaga disamping peti jenazah, benar2 melelahkan sekali sehingga Liok Sian-li dan Tio Goan-pa tampak kepayahan.
Ditengah kesibukan yang luar biasa itu, tiba2 tampillah seorang lelaki bertubuh kurus, jidat lebar, kening membenjul. Sepasang matanya yang bundar tampak menonjol keluar seperti mata ikan. Begitu tiba didepan peti jenazah, Orang itu terus berlutut dan menangis keras. Makin lama nadanya makin melengking tinggi, meratap-ratap, merintih-rintih dan mengisak-isak seperti seorang yang kematian keluarganya.
Bermula sekalian tetamu terkejut dan menduga-duga siapakah gerangan tetamu yang menangis begitu sedih. Tetapi makin lama, pikiran tetamu2 itu seperti terhanyut dalam lautan kesedihan, jantung ikut berdebar keras dan darah dalam tubuh terasa makin lambat jalannya. Pada saat orang kurus itu merintih-rintih maka hati tetamu seperti diiris-iris pisau. Bahwa disana sini terdengar bunyi menggedebuk dari tubuh yang terjungkal rubuh dari tempat duduknya ....
Ternyata tangis itu bukan sembarang tangis tetapi suatu ilmu Tangis-setan yang dilambari dengan tenaga-dalam yang lihay. Semula orang akan ikut bersedih lalu lemah perasaan hatinya. Darah dalam tubuh orang akan macet ditempat jantung sehingga jantung mendebur keras. Pada akhirnya, urat jantung akan pecah dan matilah orangnya. Itulah sebabnya. beberapa tctamu yang tak tinggi ilmu kepandaiannya, segera rubuh.
"Ha, ha, ha, ha, ha ... ha, ha, ha ... " tiba2 terdengarlah suara orang tertawa riuh rendah. Nadanya amat kuat, kumandangnya menenggelamkan suara tangis kesedihan tadi.
"Gok-mo-ong, Gok-mo-ong .... sudahlah, jangan keliwat bersedih . . . orang mati takkan hidup kembali . . . doakan saja agar aiwah Kim tayhiap mendapat tempat yang baik dialam baka, ha, ha, ha. ha, ha . . . " terdengar orang yang tertawa itu berseru kepada tetamu yang menangis itu.
Suara tertawa itu bagaikan air dingin yang mengguyur kepala para tetamu. Semangat mereka yang sudah hanyut terlelap kesedihan tangis, saat itu seperti pulih sadar kembali. Serempak beratus-ratus pasang mata menyasar kearah orang yang tertawa tadi. Ah, kiranya yang tertawa itu bukan lain adalah Pengemis-sakti-jari-enam Hoa Sin, ketua partai Kay-pang yang berdiri diujung meja sembahyangan.
Pengemis sakti itu memang luas pengalaman-nya. Secepat mengetahui suasana yang barbahaya akibat tangisan tetamu baru itu, ia segera dapat menduga tentang seorang tokoh persilatan yang bergelar Gok-mo-ong atau Raja Tangis. Raja-tangis. Hi Bong-kun dari lembah Sungai Kuning, merupakan momok yang paling ditakuti di daerah perairan sungai itu. Seluruh nelayan dan kawanan bajak, tunduk dibawah kekuasaannya. Dia memiliki ilmu Toan-jong-gok-hwat atau Tangis-pemutus-jantung yang dahsyat. Setiap ia menangis,, maka hilanglah daya perlawanan musuh.
Beribu-ribu tetamu yang berada dipuncak Giok-li-nia malam itu adalah kaum persilatan. Yang kepandaiannya lemah. lekas terjungkal putus jantungnya. Yang tinggi kepandaiannya. walaupun dapat bertahan tapi kehilangan semangat kesadarannya. Hanya tokoh2 sakti setingkat para ketua partai persilatan itu yang masih dapat bertahan.
Pengemis sakti Hoa Sin segera bertindak, ia melancarkan tertawa yang dihembuskan dengan tenaga-dalam bebat. Dan berhasillah ia menenggelamkan ilmu Toan-jong-gok-seng dari si Raja tangis Hi Bong-kun.
Hi Bong-kun terkejut. Ia pura2 menurut dai hentikan tangisnya. Sejenak ia melirik kearah pengemis sakti dengan mata penuh dendam. Tetapi pada lain kejab iapun cepat menenangkan wajah.
"Ah, betapa tak sedih hatiku si orang she Hi ini. Limabelas tahun yang lalu, ketika berjumpa ditepi Sungai Kuning. Kim tayhiap telah memberi 'tanda mata' yang berharga kepadaku. Lima belas tahun lamanya aku menyiksa diri agar dapat membalas 'budi' Kim tayhiap. Tetapi ah, sial, terkutuk ! Baru aku hendak membalas 'budi' ternyata Kim tayhiap sudah meninggal dunia !"
Ucapan Raja-tangis itu sepintas pendengaran memang mengharukan. Tetapi bagi tokoh2 persilatan ternama, terutama ketujuh ketua partai persilatan, hal itu sudah gamblang. Yang dikatakan 'budi' oleh Raja-tangis itu, adalah hajaran dari Kim Thian-cong. Dan jelas Raja-tangis itu hendak membalas dendam'.
"Orang yang sudah mati, tak mengharap suatu apa. Sudahlah Gok-mo-ong tak perlu engkau membalas 'budi' itu," seru Pengemis-sakti Hoa Sin.
”Tetapi dari lembah Sungai Kuning yang jauh aku memerlukan datang kemari. Selain hendak mengunjuk hormat, pun ingin pula aku dapat melihat wajah Kim tayhiap yang terakhir agar puaslah seumur hidupku," kata Raja-tangis Hi Bong-kun dengan nada beriba-iba.
"Ai, peti sudah dipaku, jcnamh Kim tayhiap sudah beristirahat dengan tenang didalamnya, perlu apakah saudara hendak mengusiknya lagi ?" jawab pengemis sakti.
"Ai . . . ," Raja-tangis mengeluh kecewa, "kalau tak boleh melihat wajahnya, bolehkah aku berlutut dibawah peti jenazah Kim tayhiap barang sejenak saja agar aku dapat mcmbisikkan kata kepada almarhum ?"
Pengemis-sakti Hoa Sin tcrtawa : "Kesungguhan hati saudara Gok-mo-ong untuk membalas 'budi' kepada Kim tayhiap, sangat kami hargakan. Kim tayhiap walaupun sudah tiada tetapi arwah-nya pasti tahu isi hati saudara. Saudara sudah menangis begitu sedih, Kim tayhiap tentu sudah puas menerimanya. Kiranya tak perlu saudara akan mengunjuk hormat secara berlebih-lebihan lagi."
"Ai, engkau sungguh kejam. Masakan seorang tetamu dari jauh yang hendak berlutut dibawah peti jenazah, engkau tolak ?" kata Raja-tangis seraya berbangkit.
"Omitohud !" tiba2 Hui Gong taysu yang berdiri disamping peti berseru, "seluruh tetamu yang hadir disini adalah kaum persilatan. Mereka sudah tahu akan kesungguhan hati sicu terhadap Kim tayhiap. Pin-ceng mohon sicu suka beristirahat duduk."
"Ah, kejam, sungguh kejam. Masakan hanya sebentar saja tak boleh," Raja-tangis melangkah kesamping hendah menghampiri peti jenazah. Justeru yang menjaga diujung meja yalah Pengemis-sakti Hoa Sin. Pengemis-sakti itu terkejut ketika gerakan tangan si Raja-tangis menghamburkan tenaga-dalam yang amat kuat kearah dirinya.
”Ah, sudahlah. harap saudara Gok-mo-ong duduk bersama para tetamu lainnya," cepat Pengemis-sakti Hoa Sin dorongkan kedua tangannya. Sikapnya seperti hendak mempersilahkan orang mundur. Tetapi sebenarnya ia tengah lancarkan balasan tenaga-dalam kepada Raja-tangis.
Ketika kedua tenaga-dalam saling berbentur, lengan Pengemis-sakti tergetar tetapi Raja-tangis tersurut mundur selangkah ....
Mata beberapa tokoh yang berilmu tinggi segera dapat mengetahui apa yang telah terjadi di antara kedua orang itu. Merekapun cepat dapat menilai siapa yang lebih unggul tenaga-dalam-nya.
"Baiklah, Karena engkau berkeras melarang, tiada guna aku hadir disini. Lain hari kita pasti jumpa lagi . . . ," Raja-tangis berputar tubuh te-rus melesat pergi.
Ketujuh ketua partai persilatan menghela napas longgar. Gangguan pertama telah dapat di-aiasi dengan baik. Merekapun tak sempat memikirkan peristiwa si Raja-tangis lebih lama lagi karena harus melayani beberapa pendatang yang bersembahyang.
Lebih kurang setengah jam kemudian, muncullah seorang tetamu yang aneh. Seorang lelaki setengah tua yang bertubuh kekar tetapi matanya hanya tinggal satu. Begitu menerima dupa lalu bersoja memberi hormat Kearah peti jenazah.
"Kim Thian-cong, tak nyana kalau engkau tak dapat mcnunggu kedatanganku. Atas kebaikanmu masih menyisakan sebelah mataku yang kanan takkan kulupakan seumur hidup. Maka dengan ini akupun hendak mengunjuk hormatku selaku membalas budi . . . ", mulut orang itu mengucap doa. Tiba2 ia menutup kata—katanya dengan menaburkan dupa kearah peti jenazah.
”Darrr ...”
Terdengar letupan keras dan seikat dupa yang melayang kearah peti jenazah itu berhamburan ke sekeliling penjuru, jatuh kelantai dan padam. Apakah yang terjadi ?
Kiranya tetamu mata satu itu yalah si Naga terbang-mata-satu dari daerah Tibet. Ketika bertempur dengan Kim Thian-cong, ia telah kehilangan sebelah matanya. Dengan susah payah ia meyakini ilmu pukulan Biat-gong-sat-ciang atau pukulan maut membelah angkasa. Tujuannya hanya satu, hendak membalas sakit hati kepada Kim Thian-cong. Maka dari wilayah Tibet yang ribuan li jaraknya, ia memerlukan datang menghadiri pemakaman musuhnya itu. Walaupun sudah menjadi mayat, tetapi ia belum merasa puas kalau belum dapat menghancurkan mayat musuhnya itu.
Ayunan dupa tadi ternyata dilepas dengan pukulan Biat-gong-sat-ciang. Pukulan itu dapat menghancurkan sasarannya pada jarak beberapa meter. Ia memperhitungkan tentu tak mungkin dapat menghimpiri kedekat peti maka dari tempat yang terpisah dua buah meja sembahyangan. ia lepaskan pukulan maut.
Goan-pa dan Sian-li yang berdiri disamping peti terkejut sekali. Serempak keduanya menampar. Sesungguhnya tenaga-dalam dari kedua murid Kim Thian-cong tak cukup untuk menahan pukulan si Naga-terbang-mata-satu dari Tibet itu. Tetapi Sugong In ketua Kong-tong-pay karena marah, pun menghantam.
Betapapun sakti pukulan Biat-gong-ciang yang diyakinkan si Naga-terbang-mata-satu sampai belasan tahun itu, namun karena diterjang oleh tenaga pukulan dua murid Kim Thian-cong dan ketua Kong-tong-pay, arus tenaga-pukulan Biat-gong ciang itupun berantakan dan si Naga-terbang-mata-satu tersurut mundur dua langkah.
"Pengecut !" teriak si Naga-terbang-mata-satu dengan wajah merah padam.
"Ho, siapa yang pengecut ? Engkau yang menghantam seorang yang sudah mati atau kami yang membelanya ?" sahut Sugong In.
"Dia yang pengecut !" sekonyong-konyong terdengar suara orang berseru dan sesosok tubuh kurus yang melayang kedepan meja. Selekas tegak berdiri, iapun menuding Sugong In, "tetapi engkaupun lebih pengecut !"
Munculnya orang itu menggemparkan sekalian tetamu. Dia mengenakan pakaian dan mantel hitam sehingga pada waktu melayang tadi, mirip seperti kelelawar hitam. Demikian pula dengan ucapannya yang lantang, memaki si Naga-terbang-mata-satu dan mendamprat Sugong In pula. Benar2 membuat sekalian tetamu terkejut berbangkit.
Si Naga-terbang-mata-satu memandang pendatang yang berpakaian seperti seorang pertapa. Pada dada jubahnya tersulam sebuah lukisan pat-kwa warna merah emas, begitupun kopiahnya juga berbentuk sebuah pat-kwat. Mataaya yang bundar besar ditaungi sepasang alis yang tebal. Tidak berkumis tetapi memelihara jenggot kambing, pendek berbentuk segi tiga.
Naga-terbang-mata-satu mendongkol. Ia hendak menegur tetapi pada lain kilas ia teringat kata2 itu. Walaupun dirinya dimaki tetapi jelas orang itu lebih tajam memaki Sugong In. Maka timbullah harapannya kalau orang itu akan memihak padanya. Enam ketua partai persilatan, menjaga peti jenazah Kim Thian-cong. Tak mungkin ia dapat membobolkan penjagaan mereka. Apabila pendatang itu berfihak padanya, ah. alangkah bagusnya. Maka ia menekan kemarahan dan menunggu perkembangan selanjutnya.
Dilain fihak, Sugong In yang tak kenal dengan pendatang itu, hendak menegurnya. Tetapi sebelum ia membuka mulut, Ang Bin tojin sudah mendahului : "Ah, kiranya Thiat-sat-cu to hengpun datang. Mengapa to-heng tak memberi tahu agar kami -dapat menyambut kedatangan to-heng ?"
Pendatang itu ternyata Thiat-sat-cu atau Al-gojo-dunia, seorang durjana besar yang pernah menggegerkan dunia persilatan karena usahanya hendak menguasai dunia persilatan. Dia bermukim dipuncak Penyanggah-langit, salah sebuah puncak dari pegunungan Thay-san. Setelah dapat menghimpun sejumlah anak buah, ia mengirim undangan kepada partai2 persilatan dan tokoh2 sakti disege-nap penjuru untuk datang kepuncak Penyanggah-langit. Disitu ia gunakan perangkap yang licik untuk menjebak mereka lalu diancam harus tunduk kepadanya dan mengakuinya sebagai pemimpin Dunia Persilatan.
Beberapa, jago silat yang menentang, ditantang berkelahi dan dibunuh.
Saat itu muncullah Kim Thian-cong. Dengan ilmu It-ci-sin-kang atau Jari-tunggal-sakti, Kim Thian-cong berhasil menundukkan durjana itu dan membuyarkan impiannya menjadi raja dunia persilatan. Thiat-sat-cu lari menyembunyikan diri berpuluh tahun. Serta mendengar berita kematian Kim Thian-cong ia bergegas datang ke Giok-Li-nia hendak membalas dendam.
Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay sengaja menggunakan kata 'bengcu' atau pemimpin dunia persilatan kepada Thiat-sat-cu. Sudah tentu merahlah muka Algojo-dunia itu karena merasa disindir.
"Imam Muka-merah, mengapa engkau mengapa engkan menyebut aku 'bengcu' ? Dan mengapa pula aku harus memberitahu kepadamu lebih dulu ? Bukankah kedatanganku ini hendak melayat penguburan Kim Thian-cong ?" seru Thiat -sat-cu dengan tajam.
Ang Bin tojin atau imam Muka Merah tertawa : "Ah, bukankah dalam rapat besar dipuncak Penyanggah-langit dahulu engkau mengangkat diri sebagai bengcu ? Mengapa bengcu sekarang marah kepada pin-to ? Bukankah selayaknya kalau kedatangan seorang bengcu itu harus mendapat kehormatan besar ?"
"Imam Muka-merah, jangan engkau main sindirj seperti wanita !" seru Thiat-sat-cu. "ketahuilah, tak pernah sedetikpun hingga saat ini, aku melepaskan cita2 menjadi bengcu persilatan !"
"Karena Kim tayhiap sudah menutup mata?" ejek ketua Bu-tong-pay.
"Tidak!" jawab Thiat-sat-cu," aku menjanjikan sepuluh tahun lagi akan menantangnya. Dan hari ini sebenarnya tibalah waktunya aku akan mencarinya kemari. Tetapi rupanya dia ketakutan dan buru2 mati ?"
Ang Bin tojin tertawa : "Dan bengcu melayat, menyatakan ikut berduka cita seperti 'tikus yang menangisi kucing mati' ... "
"Bukan, tetapi kucing yang hendak menerkam bangkai tikus !" cepat Thiat-sat-cu menanggapi.
"Thiat-sat-cu !" tiba2 Sugong In ketua Kong-tong-pay berseru. Rupanya ia tak sabar menunggu, "apa artinya ucapanmu mengatakan aku lebih pengecut dari si Naga-terbang-mata-satu ?"
"Karena ka!ian mengeroyoknya !"
"Tidak !" sahut Sugong In geram, "aku memang hendak memberantas perbuatannya yang liar itu. Aku tak tahu kalau kedua murid Kim tayhiap juga menghantamnya."
Thiat-sat-cu mendengus : "Hm, bagaimana kalau aku yang menghancurkan peti mati Kim Thian-cong ?"
"Sugong In akan menghantamnya !" seru ketua Kong-tong-pay.
Thiat-sat-cu tertawa menghina : "Ho, yang hadir dalam rapat digunung Thaysan dahulu, bukan engkau. Karena itu engkau tentu tak kenal akan kelihayan ilmu pukulan Bu-kek-coan-jit-hun!"
"Benar," sahut Sugong In, "yang hadir memang suhuku dan suhupun menceriterakan tentang pukulan Bu-kek yang dapat menembus langit tujuh lapis itu kepadaku."
"O. bagaimana perasaanmu ketika mendengar cerita suhumu ?" kata Thiat-sat-cu dengan bangga.
"Biasa saja." jawab Sugong In walaupun hatinya berkata lain, "tak beda dengan pukulan Biat-gong-ciang dan lain2 ilmu pukulan tenaga-dalam."
"Hm. anak kambing memang tak takut kepada harimau. "
Thian-sat-cu menyeringai," sekarang bersiaplah, aku hendak melepas pukulan Bu kek-coan-jit-hun kepeti Kim Thian-cong!"
"Sudah sejak tadi Sugong In siap menyambut !"
"Ho, Sugong In, sepuluh tahun yang lalu suhumu sudah menyembah kepadaku. Apalagi sekarang. Engkau hanya muridnya, dan aku telah mencapai tingkat makin sempurna." seru Thian sat-cu. "beginilah. Kalau engkau dan kawan2mu itu mati-matian hendak menjaga peti mati Kim Thian-cong, baiklah kalian bertujuh berjajar dimuka peti. Bu-kek-coan-jit-hun dapat menembus tujuh lapis langit maka kalianpun harus rangkap tujuh orang untuk menyambut pukulan itu.
Sugong In merah padam mukanya karena marah. Ia hendak membuka suara tetapi didahului Hui Gong taysu ketua Siau-lim-si : "Omitohud Mengapa Thian sicu berkeras hendak menghancurkan peti jenazah Kim tayhiap ? Peribahasa mengatakan"berbuat salah itu memang sifat manusia tetapi dapat memberi maaf itu sifat yang agung'. Kim tayhiap sudah meninggal dan orang yang sudah mati leburlah segala kesalahannya . , . "
"Paderi tua," tukas Thian-sat-cu angkuh, "kedatanganku kemari bukan perlu mendengarkan khotbah dan peribahasa tetapi hendak membalas dendam. Kalau kalian kenal gelagat, silahkan minggir "
"Adakah tiada lain jalan untuk melampiaskan dendam sicu?" tanya Hui Gong dengan tetap sabar.
"Bawa kemari putera Kim Thian-cong !"
"Ah," Hui Gong taysu menghela napas, "putera Kim tayhiap nakal sekali sehingga lima tahun yang lampau telah disuruh pergi oleh Kim tayhiap ... "
"Hm," Thian-sat-cu mendengus, menimang-nimang.
"Thian sicu." kata Hui Gong pula, "adakah sicu tak dapat menghapuskan dendam sicu kepada Kim tayhiap ?"
"Hm, bisa, asal kalian dapat menerima sebuah syaratku."
"Harap sicu mengatakan," kata Hui Gong taysu.
"Setelah Kim Thian-cong mati. maka akulah yang menjadi Pemimpin Dunia Persilatan. Semua partai persilatan dan tokoh2 silat harus tunduk pada perintahku!"
"Omitohud ... " serentak Hui Gong taysu berseru seraya rangkapkan kedua tangannya. Pun gedung Wisma Perdamaian itu seolah-olah tergetar oleh gema suara beratus-ratus tetamu yang terkejut.
"Thian sicu," kata Hui Gong taysu setelah dapat menenangkan hiruk-pikuk sekalian tetamu "saat ini kita sedang menyelenggarakan pemakaman jenazah Kim tayhiap. Kiranya tak sesuai untul membicarakan soal pengangkatan seorang pemimpin baru. Baiklah hal itu ditangguhkan sampai lain waktu, dalam sebuah rupat besar kaum persilatan."
"Sekarang boleh dikata hampir seluruh kaum persilatan hadir disini. Hal itu mudah dilakukan. Umumkan saja bahwa mulai saat ini, Thian-sat-cu si Algojo-dunia yang menjadi pemimpin Dunia Peisilatan. Barangsiapa tak setuju boleh tampil berhadapan dengan aku."
"Ah, soal pemilihan pemimpin Dunia Persilatan, bukanlah soal yang sepele. Harus dilakukan dengan hati2 dan bijaksana”
"Tidak, soal itu mudah sekali, semudah orang membalikkan telapak tangannya," seru Algojo-dunia. "segera saja akan kumulai dari engkau Ya, jawablah paderi ketua Siau-lim-pay. engkau setuju atau tidak kalau aku menjadi pemimpin Dunia persilatan.”
Hui Gong taysu terbeliak, la telah berusaha untuk mengelakkan persoalan itu namun Algojo-dunia ternyata tetap mendesaknya. Setelah merenung beberapa jenak, akhirnya ketua Siau-lim-si itu menyahut : "Pin-ni tetap berpegang pada pendirian semula bahwa pemilihan itu harus dilakukan dalam suatu rapat besar yang dihadiri seluruh kaum persilatan . , . "
"Saat ini hampir seluruh kaum persilatan berkumpul disini dan saat ini juga rapat kubuka!" teriak Thian-sat-cu si Algojo-dunia, "siapa yang menentang, boleh tampil kemuka !"
"Kami tidak setuju !" terdengar seruan nyaring serempak dengan melayangnya dua sosok tubuh kemuka Thian-sat-cu," pertemuan saat ini untuk ikut berduka.cita atas meninggalnya Kim tayhiap dan untuk memberi hormat yang terakhir. Bukan untuk mengadakan pemilihan ketua Dunia Persilatan !"
Sekalian hadirin terbeliak. Beratus-ratus mata mencurah kearah kedua jago yang tampil kemuka. Mereka kenal ktdua orang itu sebagai Thian-san-song-kiam atau sepasang jago pedang dari Thian-san yang termasyhur.
"Hm, siapa kalian ?" Thian-sat-cu picingkan mata kepada kedua penentangnya yang masih tergolong muda,
"Thian-san-song-kiam !"
"O, dua kunyuk kecil dari Thian-san. Mengapa gurumu Luiung-sakti-delapan-lengan tak muncul kemari ?" seru Thian-sat-cu.
Song Ci-hin dan Song Ci-ping kakak beradik yang bergelar Thian-san-song-kiam itu memang murid dari Pat-pi-sin-wan atau Lutung-sakti-dclapan lengan Ban King-liat dari gunung Thay-san.
"Guruku sedang sakit, tak dapat hadir. Tentu menyempurnakan jiwamu, tak perlu Pat-pi-sin-wa cukup Thian-san-song-kiam yang turun tangan !" seru Song Ci-hin yang marah karena gurunya di pandang rendah.
"Heh, heh, "Thian-sat-cu mengekeh seram "kalian bukan tandinganku. Panggillah gurumu ke mari. biar kujadikan dia seekor Lutung-sakti-tanpa-lengan, ha, ha . , .
"Jahanam, jangan bermulut besar !" Son Ci-hin terus loncat menyerang dengan pedangnya Melihat itu adiknya pun segera ikut menerjang.
Cret, cret .... kedua ujung pedang Thian san-song-kiam itu
tepat menusuk tubuh Thian-sat cu. Tetapi alangkah terkejut kedua kakak beradik itu ketika merasakan pedangnya seperti menusuk kulit kerbau yang tebal sekali. Thiat-poh-san ata Baju besi, suatu ilmu kebal yang membuat tubu sekeras baja tak mempan tusukan senjata tajam Itulah yang tengah digunakan Thian-sat-cu untuk menerima tusukan kedua saudara Song itu.
Thian-san-song kiam terkejut dan menyadari hal itu. Cepat mereka hendak menarik pulang pedangnya tetapi terlambat.
"Jangan kurang ajar, monyet kecil !" seru Thian-sat-cu seraya tamparkan lengan jubahnya ke arah kedua pemuda itu. Serentak tubuh kedua anak muda. itu terlempar beberapa langkah, muntah darah dan rubuh kelantai. Beberapa tetamu segera menolongnya.
Seluruh tokoh persilatan yang hadir dipeseban Wisma Perdamaian tertegun menyaksikan kesaktian Thian-sat-cu. Thian-san-song-kiam cukup dikenal oleh kaum persilatan. Ilmu pedang dari jago Thian-san itu mendapat tempat yang terhormat dikalangan persilatan. Setitikpun tak pernah diduga, bahwa hanya dengan sebuah gerakan lengan jubah saja, Thian-sat-cu telah merubuhkan kedua tokoh Thian-san-song-kiam.
"Hayo, siapa iagi yang ingin coba2 atau yang sudah jemu hidup ' seru Thian-sat-cu penuh kecongkakan.
Terdengar desuh menggeram dikalangan para tetamu. Namun tiada seorangpun yang berani tam pil. Mereka menyadari kesaktian Thian-sat-cu, momok yang pada lima belas tahun yang lalu pernah menundukkan dunia persilatan, kecuali Kim Thian-cong.
"Omitohud," seru Hui Gong taysu ketua Siau-lim-si, "sicu terlalu tak menghormat kepada Kim tayhiap. Mengapa pada malam yang khidmat, dimana seluruh kaum persilatan hendak memanjatkan doa kepada arwah Kim tayhiap, Thian sicu pergunakan sebagai rapat pemilihan ketua Dunia Persilatan. Bahkan Thian sicupun telah melukai sepasang pendekar dari Thian-san ?"
"Paderi Siau-lim-si, engkau tak berhak melarang aku. Yang berhak melarang hanyalah Kim Thian-cong atau puteranya ..."
"Thian-sat-cu, jangan bertingkah seperti raja! teriak Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay, "engkau berani bicara sekarang itu karena Kim tayhiap sudah meninggal. Waktu Kim tayhiap masih hidup kemana sajakah engkau menyembunyikan dirimu?"
"Imam Muka-merah, bukan seperti tetapi memang aku ini raja, raja Dunia Persilatan yang hendak menobatkan diri pada malam ini !" sahut Thian-sat-cu, kemudian berpaling kearah Naga-te bang-mata-satu yang masih berdiri tertegun di ujung tempat sembahyangan, "hai, mulai saat ini engkau Naga-terbang-mata-satu, kuangkat menjadi pengawalku dengan pangkat su-cia !"
Naga-terbang-mata-satu terbeliak. Wajahnya merah karena malu namun secepat itu otaknya yang cerdas dapat membayangkan suatu rencana Ia hendak mengadu Thian-sat-cu dengan ketujuh ketua partai persilatan. Apabila kedua fihak sama remuk, barulah ia turun tangan untuk membereskan mereka. Untuk sementara baiklah ia menunggu angin saja.
"Baik." sahutnya kepada Thian-sat-cu. Hui Gong taysu dan keenam ketua partai persilatan terkejut. Apa yang mereka kuatirkan, rupanya akan menjadi kenyataan. Apabila kawan-kawan durjana itu bersatu padu, tentu merupakan malapetaka yang mengerikan.
"Thian-sat-cu," Ang Bin tojin mendahului berseru, "silahkan engkau mundur dan duduk dengan tetamu2. Jangan mengganggu upacara sembahyangan ini. Masih banyak tetamu yang ingin menyampaikan hormat terakhir kepada Kim tayhiap!"
"Omitohud!" seru Hui Gong taysn, "demi menghormat arwah Kim tayhiap, pin-ni minta agar Thian sicu suka menunda maksud sicu itu pada lain waktu."
"Huh, paderi gundul, imam muka merah, siapa sudi menghormat kepada Kim Thian-cong kecuali orang2 semacam kalian ?" ejek Thian-sat-cu "kedatanganku kemari bukan untuk menghormat tetapi untuk menghancurkan mayatnya . . "
"Thian sat-cu, apakah benar2 engkau hendak menganggap kami bertujuh ketua partai persilatan ini seperti tanah liat saja ?" teriak pengemis sakti Hoa Sin yang keri telinganya mendengar kata2 yang terlalu sombong.
"Bukan tanah lempung tetapi cacing!" ejek Thian-sat-cu.
"Omitohud" seru Hui Gong pula, "Thian sicu. apakah sicu tetap hendak melaksanakan rencana sicu ?"
"Engkau tak berhak bertanya, akulah yang akan bertanya kepadamu. Engkau setuju tidak aku menjadi pemimpin Dunia Persilatan ?, jawablah yang tegas !" tukas Thian-sat-cu.
Hui Gong taysu ketua Siau-lim-si itu seorang paderi yang berilmu tinggi. Seorang paderi sahid yang sabar dan berbudi luhur. Namun sesabar-sa-bar budinya, tak urung ia tersinggung juga akan sikap Thian-sat-cu yang makin menggila itu. Apabila ia menyatakan setuju, akan jatuhlah nama Siau-lim-si dalam mata kaum persilatan. Maka setelah mengambil keputusan iapun menjawab tenang : "Omitohud, kalau sicu hendak memaksa pada malam ini juga, pin-ni tak setuju!"
"Hm, begitulah jawaban yang jantan." seru Thian-sat-cu lalu memandang Ang Bin tojin." dan engkau imam Muka Merah ?"
"Menentang !" sahut ketua Bu-tong-pay dengan geram. Mukanya yang merah makin seperti kepiting direbus.
"Engkau !" Thian-sat-cu menunjuk Hong Hong totiang ketua Go-bi-pay.
"Tidak setuju !" Hong Hong totiang geleng kan kepala.
"Engkau !"
"Tidak setuju." sahut Ceng Sian suthay ke tua Kun-lun-pay.
Thian-sat-cu bertanya kepada Sugong In tetapi ketua Kong-tong-pay itupun menolak. Lalu pengemis sakti Hoa Sin, juga menentang.
"Dan kalian hai dua kurcaci murid Kim Thian-cong !" seni Thian-sat-cu.
"Tidak setuju !" teriak kedua anak muda itu serempak.
"Bagus," seru Thian-sat-cu, "sekarang kalian boleh berdiri berjajar rangkap delapan orang untuk menerima pukulanku Bu-kek-coan-hun-jit."
Ang Bin tojin melengking: "Kami bukan bukan budakmu. Engkau menyuruh begitu, harus ada imbalannya. Apakah imbalanmu ?"
"Engkau boleh ajukan !" sahut Thian-sat-cu.
"Bagaimana imbalanmu kalau kami dapat bertahan menerima pukulanmu ?"
"Aku akan pergi dari tempat ini !"
"Bagus"
"Ho, tetapi bagaimana kalau kalian tak kuat menerima pukulanku ?" seru Thian-sat-cu.
"Silahkan engkau mengatakan !"
"Kalian harus tunduk dan mengakui aku sebagai ketua Dunia Persilatan !"
"Boleh," seru pengemis sakti Hoa Sin serentak.
Hui Gong, Ang Bin Hong Hong, Ceng Sian dan Sugong In terkesiap. Tetapi memang mereka merasa tiada lain jalan kecuali harus bertindak seperti ketua Kay-pang itu.
"Lekas, kalian bersiap-siap !" seru Thian-sat-cu pula.
"Tunggu." tiba2 Hui Gong taysu berseru "kami hanya tujuh orang saja. Li-sicu murid Kim tayhiap itu supaya dibebaskan."
Dan tanpa menunggu penyahutan Thian-sat cu, Hui Gong taysu segera minta Liok Sian menyingkir. Bermula dara itu enggan tetapi setelah menerima isyarat mata dari ketua Siau-lim-si itu ia menurut juga.
Demikian keenam ketua partai persilatan di tambah Tio Goan-pa. segera berjajar bagai seekor ular. Kepalanya ialah Ang Bin tojin ekornya Tio Goan-pa.
'Totiang, biarlah aku yang menjadi kepala didepan," kata pengemis sakti Hoa Sin seraya melangkah kemuka.
Ang Bin tojin menolak : "Jangan, harap pangcu tetap berada ditengah, biarlah pinto yang menahan si jumawa itu !"
"Tidak, totiang, percayalah." kata pengemis sakti Hoa Sin dengan nada bersungguh, "aku mempunyai persiapan untuk menyambut pukulan Bu kek-coan-jit-hun."
Ang Bin tojin agak meragu. Ia menyadai bahwa ilmu pukulan Bu-kek-coan-jit-hun dari Thian-sat-cu itu memang menjagoi dunia persilatan. Pukulan itu mampu menembus dinding batu lapis tujuh. Lima belas tahun yang lalu, dengan mengandalkan ilmu pukulan itu Thian-sat-cu berhasil menundukkan partai2 persilatan. Andaikata tiada Kim Thian-cong, tentulah Thian-sat-cu sudah menjadi yang dipertuan dalam Dunia Persilatan. Ia heran mengapa Pengemis-sakti Hoa Sin begitu ber-sungguh minta menjadi kepala barisan. Ia kenal ketua partai Pengemis itu sebagai seorang yang jujur, -berani dan cerdik. Pun juga sakti. Ilmu pukulannya- yang diberi nama lucu Bak-kau-ciang atau pukulan Menggebuk-anjing, sangat disegani orang persilatan. Tak mungkin ketua Kay-pang akan ber-sungguh sedemikian rupa apabila tak punya pegangan.
"Baiklah, tetapi harap kaucu suka berhati-hati menghadapi orang itu," akhirnya Ang Bin tojin suka mengalah. Mereka lalu bertukar tempat.
"Ho, engkau kepingin mati paling dulu, pengemis ?" seru Thian-sat-cu sambil bersiap.
"Benar," sahut Hoa Sin tertawa mengejek, "pengemis tak punya apa2. Mati sekarang atau be sok sama saja. Hanya kalau aku mati. ada dua mahluk yang bergembira ria."
"Siapa ?" seru Thian-sat-cu.
"Yang satu engkau."
"Dan yang lain ?" Thian -saitcu menegas. "Anjing '
Wajah Thian-sat-cu berobah gelap seketika, jelas dirinya dipersamakan dengan anjing Hendak mendamprat, sudah didahului pengemis sakti lagi: "Kawanan anjing paling takut pada kaum pengemis karena anak buah Kay-pang mempunyai ilmu Bak-kau-pang atau tongkat penggebuk anjing!"
Mata Thian-sat-cu meram melek. Hendak marah, tak ada alasan.
"Itu masih belum," seru pengemis sakti Hoat Sin yang seolah-olah menganggap saat itu seperti itu tak terjadi suatu apa, "orang Kay-pang masih mempunyai beberapa jurus ilmu pukulan yang aneh2 tetap' tak disukai oleh kawanan anjing. Antara lain ada sebuah jurus pukulan yang disebut Jin-yau-kau."
Jin-yau-kau artinya orang menggigit anjing. Thian-sat-cu mendelik.
"Eh, engkau tak percaya ?" kembali Hoa Sini mengoceh, "anggauta Kay-pang pantang bohong Memang benar, sungguh. Umumnya memang kau yau-jin, anjing yang menggigit orang. Tetapi ilmu pukulan kami itu memang istimewa, Jin-yau-kau orang yang menggigit anjing. Oleh karena istimewanya maka istimewa juga gerak pukulan itu. Kawanan anjing takut sekali ... "
"Tutup mulutmu, pengemis jembel !" karena telinganya bising mendengar ocehan Hoa Sin. Thian-sat-cu segera membentaknya, "lekas engkau bersiap untuk menerima pukulanku. Dan engkau pengemis gila, akan menjadi orang pertama yang pecah dadamu !"
"Bagus, bagus !" teriak Hoa Sin seperti orang mendengar berita girang, "sudah lama dadaku sesak, cepat mau muntah kalau melihat manusia yang bermulut besar. Maka pikir2, aku hendak mencuci isi dadaku ... "
Diejek, dihina dan dimaki dihadapan sekian banyak tokoh2 persilatan Thian-sat-cu tak dapat mengendalikan kemarahannya lagi. Cepat ia ayunkan tangan menampar muka Hoa Sin. Tetapi pengemis sakti itupuu tak tinggal diam. Setelah berkisar kesamping, secepat kilat ia maju merapat dan menjotos lambung orang.
Thian-sat-cu tak mengira sama sekali bahwa ketua Kay-pang itu memiliki gerakan yang sedemikian cepatnya. Namun ia mempunyai ilmu kebal Thiat-poh-san untuk melindungi lambung. Sambil mengisar kaki, ia menghadapi sipengemis sakti lalu timpahkan tinjunya kedada lawan, duk . .
Terdengar teriakan tertahan dari sekalian tetamu ketika melihat Pengemis-sakti Hoa Sin terlempar beberapa langkah kebclakang. Apabila tak cepat disambut oleh Ang Bin tojin ketua Bu-tong Pay pengemis tua itu tentu masih harus melayang kebelakang entah sampai berapa langkah lagi
Tetapi disamping rasa kejut2 ngeri melihat keadaan pengemis sakti Hoa Sin, pun sekalian tetamu merasa terkejut heran melihat keadaan Thian sat-cu.
Tokoh yang menamakan dirinya Thian-sat-cu atau Algojo Dunia, saat itu tampak berdiri pejamkan mata, seperti orang yang tengah menyalurkan tenaga-dalam. Wajahnyapun tampak pucat.
Apakah yang telah terjadi ?
Kiranya pada saat Thian-sat-cu memukul dada Hoa Sin, pengemis sakti itu membiarkan saja tak menangkis maupun menghindar. Hanya, tangannya yang menghantam ke Lambung lawan tadi tiba2 ditebarkan. Dua buah jarinya secepat kilat menusuk pusar Thian-sat-cu. Tusukan jari itu tepat mengenai sasarannya tetapi iapun terhantam dadanva sehingga terlempar beberapa belas langkah.
Thian-sat-cu memiliki ilmu kebal Thiat-poh-san. Hal itu diketahui jelas oleh Pengemis-sakti Hoa Sin. Namun Thiat-poh-san mempunyai beberapa bagian tubuh yang lemah. Antara lain pusar dan delapan lubang indera. Sayang Hoa Sin tak dapat mengisi penuh tutukan jarinya itu dengan tenaga-dalam karena pukulan Thian-sat-cu sudah ke buru melemparnya kebelakang. Sekalipun begitu tetap pengemis itu dapat melukai pemusatan tenaga-dalam Thiat-poh-san. Walaupun luka-dalam itu tak berbahaya tetapi cukup juga untuk mengurangi tenaga-dalam Thian-sat-cu.
"Ha, ha, Taian-sat-cu, yang engkau terima tadi baru jurus Anjing-menggigit-orang. Belum jurus Orang-menggigit-anjing!"
Thian-sat-cu terkejut dan membuka mata.
Dilihatnya pengemis Hoa Sin sudah berdiri tak kurang suatu apa. Ia heran.
"Jangan heran, Thian-sat-cu. aku pengemis tua, memang masih segar bugar!" teriak Hoa Sin tertawa. Diam2 ia geli karena dapat mengacau pikiran'Algojo-dunia itu. Pukulan Thian-sat-cu hampir serempak dengan tutukan jari sipengemis. Dengan demikian tenaga pukulan Thian-sat-cu itupun berkurang kedahsyatannya. Karena dicengkam rasa heran, Thian-sat-cu tak menyadari hal itu.
"Omitohud !" tiba2 Hui Gong ketua Siau lim-si berseru, "apakah Thian sicu masih tetap hendak melangsungkan maksud sicu ? Kalau benar, pin-ceng harap janganlah sicu hanya berhadapan dengan Hoa pangcu ... "
"Paderi Siau-lim-si, lekas kamu bertujuh siap. Aku segera akan meremukkan kalian !" teriak Thian-sat-cu seraya singsingkan lengan jubah.
Karena melihat Hoa Sin habis menerima pukulan dari Thian-sat-cu, Ang Bin tojin minta supaya dia saja yang berdiri dimuka. Tetapi ketua Kay-pang itu tetap menolak,
Sesaat hening lelap ketika Thian-sat-cu dan ketujuh ketua partai persilatan itu bersiap-siap untuk adu pukulan. Perhatian seluruh tetamu tercurah pada peristiwa yang akan mereka saksikan. Peristiwa yang belum pernah terjadi dalam sejarah dunia persilatan. Dan karena menyadari bahwa hasil daripada adu pukulan sakti itu akan membawa akibat besar pada seluruh kaum persilatan maka diam2 tetamu2 memanjatkan doa untuk ke menangan fihak Hui Gong tiysu dan ketua2 partai persilatan.
Ketegangan makin merayap dihati sekalian tetamu ketika Thian-sat-cu sudah mulai mengangkat tangannya keatas. Demikianpun Hoa Sin dat keenam kawannya sudah melekatkan tangan ma-sing2 kepunggung kawan yang berada dimukanya Hui Gong taysu lekatkan telapak tangannya kepunggung pengemis Hoa Sin yang berdiri paling depan. Hong Hong tojin lekatkan tangannya ke punggung Hui Gong. Sugong In menempelkan tangan kepunggung Hong Hong tojin. Ang Bin tojin lekatkan tangannya kepunggung Sugong In, Ceng Sian suthaypun lekatkan tangan kepunggui Ang Bin tojin. Dan terakhir Tio Goan-pa lekatkan tangannya kepunggung Ceng Sian suthay. Keenam orang itu menyalurkan tenaga-dalam untuk mem perkuat pemusatan tenaga-dalam pengemis Hoa Sin.
Akhirnya saat2 yang dinanti itupun tiba. Darrrrr . . !
Terdengarlah ledakan keras ketika kedua naga-dalam saling berhantam. Pukulan Bu-kek-coan-jit-hun telah disongsong oleh tenaga-dalam tujuh tokoh persilatan ternama.
Beratus-ratus jago2 persilatan yang memenuhi paseban Wisma Perdamaian' bagai kena pesona ketika menyaksikan adu tenaga yang sehebat itu Perhatian mereka ditumpahkan habis-habisan sehingga mereka tak mengetahui bahwa itu seorang lelaki tua bertubuh gemuk telah masuk kedalam paseban dan menghampiri kedepan meja sembahyang. Ketika melalui disamping tokoh2 yang sedang adu tenaga-sakti itu, pendatang bertubuh gemuk itu tampak gerakkan tangan kanannya seperti orang tengah menampar nyamuk yang mengganggu telinganya. Setelah itu ia langsung berdiri di muka meja sembahyang, mengangkat kedua tangannya keatas lalu menjurah, membungkukkan tubuh memberi hormat.
Hoa Sin terkejut ketika merasa dilanda gelombang tenaga dahsyat. Sedemikian hebat tenaga mendampar sehingga ia tak dapat bernapas. Bantuan tenaga-dalam dari kelima ketua partai persilatan dan Goan Pa, tak kuasa menahan gempur pukulan Bu-kek-coan-jit-hun yang dapat menembus tujuh lapis awan. Bagaikan air surut, tenaga-dalam yang telah berpusat ditubuh pengemis sakti Hoa Sin itu berhamburan kembali mendampar balik belakang.
Hui Gong, Hong Hong, Sugong ln, An Bin, Ceng Sian dan Goan-pa seperti diterjang gelombang badai. Hampir mereka tak kuat bertahan dan tubuh merekapun menggigil. Dalam beberapa kejab lagi tak boleh tidak, Hoa Sin dan keenam kawannya itu tentu rubuh !
Tiba2 suatu keajaiban terjadi. Gelombang tenaga pukulan Bu-kek-coan-jit-hun itu tiba2 berhenti, menyurut, dan lenyap .
Hoa Sin dan rombongannya seperti perahu yang terlepas dari amukan badai. Mereka tegak mematung, pejamkan mata untuk menyalurkan napas dan darah yang hampir membeku.
Tetapi Thian-sat-cupun berdiam diri, meram-kan mata dan menyalurkan tenaga-dalam. Ia heran mengapa mendadak dirinya seperti dilanda oleh segelombang arus tenaga. Sama sekali ia tak tahu bila dan siapa yang menyerang itu dan tahu2 dadanya seperti dijepit papan baja yang berat sekali sehingga pernapasannya terganggu. Gangguan itu memaksanya menarik pulang pukulan Bu-kek-coan-jit-hun. Ia tak sempat meneliti siapakah penyerang gelap itu karena ia perlu harus cepat2 menyalurkan tenaga-murni untuk menyalurkan jalan-darahnya yang macet terkena pukulan gelap itu.
Demikian pada saat Hoa Sin bertujuh dan Thian-sat-cu sedang pejamkan mata memulihkan tenaga-dalam masing2, tetamu bertubuh gemuk itu-pun sudah mengakhiri hormatnya membungkuk sampai tiga kali didepan peti mati.
"Selamat jalan Kim Thian-cong. Jangan sampai engkau salah jalan. Masuklah ke Nirwana, jangan ke Neraka yang penuh dengan setan2 tanpa bayangan"
Baik rombongan Hui Gong taysu, maupun fihak Thian-sat-cu, terkejut ketika mendengar doa yang aneh dari tetamu itu. Mereka serempak membuka mata tetapi orang itu sudah lenyap.
Thian-sat-cu memberingas. Dipandangnya Hoa Sin dan keenam kawannya : "Pengemis busuk, engkau menyerah atau masih berani menerima pukulanku lagi ?"
"Thian-sat-cu, mengapa engkau menjilat ludahmu lagi ?" seru pengemis sakti Hoa Sin.
Thian-sat-cu merah padam mukanya. Belum ia menjawab tiba2 angin berhembus menampar hidungnya. Ia terkejut. Angin itu bukan angin sewajarnya melainkan angin yang wangi. Dan hembusan anein wangi itupun dirasakan juga oleh Hoa Sin dan keenam ketua persilatan. Merekapun terperanjat.
"Ai, sugguh kurang ajar sekali si Bi-ing-kui itu. Dia berani mendahului 'makan' hidanganku " tiba2 terdengar lengking suara wanita dan pada lain kejab muncullah seorang wanita diiring oleh tujuh gadis cantik. Wanita itu mengenakan kerudung muka sehingga tak kelihatan wajahnya. Pakaiannya warna merah demikianpun dengan ke tujuh gadis cantik itu. Ketika masuk kedalam ruang paseban, bau harum makin keras sehingga ruangan itu tidak lagi berbau dupa tetapi berbau harum seperti kamar pengantin.
"Hiang Hiang niocu ....!" serentak terdengar seruan tertahan, dari tetamu2.
"Omitohud, selamat datang niocu..... "
Hui Gong taysu yang cukup kenal akan wanita itu segera memberi hormat dengan membungkuk tubuh. Tetapi secepat itu ia menyeringai kesakitan.
"Ah, harap taysu yang memakai banyak peradatan. Ai, taysu rupanya menderita luka-dalam. Harus makan obat dan beristirahat," seru wanita yang disebut Hiang Hiang niocu atau Puteri Harum.
"Terima kasih, niocu," sahut Hui Gong taysu yang diam2 terkejut karena wanita itu dapat mengetahui keadaan dirinya.
"Dan taysupun kasih tahu kepada kawan2 taysu itu kalau mereka juga menderita luka-dalam dan harus berobat," kata Hiang Hiang niocu pula. Kemudian tanpa menunggu jawaban ketua Siau-lim-si, wanita itu melirik kearah Thian-sat-cu.
"Thian-sat-cu, mengapa kulitmu amat tebal? Jelas engkaupun menderita luka. Tetapi bukannya mengejar Bu-ing-kui yang melukaimu, kebalikannya engkau masih ngotot hendak bertanding pukulan dengan ketujuh orang itu ?"
Wajah Thian-sat-cu pucat. "Walaupun menderita luka tetapi ketujuh orang itu tak sampai rubuh. Dan engkau sendiripun terluka. Dengan begitu, engkau harus menepati janjimu untuk tinggalkan tempat ini !" seru Hiang Hian niocu dengan nada penuh wibawa.
"Hai Thian-sat-cu, apakah engkau tak malu menjilat ludahmu lagi ? Mereka dapat menerima pukulanmu, mengipa engkau tak lekas pergi dari sini" seru Hiang Hiang niocu seraya menuding Thian sat-cu atau Algojo-dunia.....
Thian-sat-cu menyadari kedudukannya. Hiang Hiang niocu amat sakti, belum tentu ia dapat mengalahkan. Lagi pula ia telah menderita luka-dalam akibat pukulan tanpa bayangan dari Bu-ing-kui. Masih pula keenam ketua partai persilatan dan beratus-ratus jago2 silat. Dan ada kemungkinan lain, akan datangnya tokoh2 sakti yang tak terduga. Apabila ia berkeras kepala, tentu lebih banyak menderita kerugian daripada keuntungan.
Namun untuk mundur begitu saja, ia merasa kehilangan muka. Ia mau mundur secara terhormat.
"Bagaimana Thian-sat-cu, apakah engkau masih tetap hendak menjilat ludahmu ?" tegur Hiang Hiang niocu.
Thian-sat-cu tertawa nyaring : "Baiklah, demi memandang muka niocu, akupun akan tinggalkan tempat ini. Tetapi sebelum itu hendak kuumumkan kepada sekalian orang persilatan, bahwa karena serangan gelap dari jahanam Bu-ing-kui maka ketujuh ketua partai persilatan itu dapat bertahan. Dengan demikian walaupun belum berhasil memenangkan mereka, tetapi aku tetap tak kalah !
"Tetapi paderi Siau-lim-si, " serunya pula "sekarang aku hendak mencari balas kepada sipengecut Setan-tanpa-bayangan itu. Kemudian beberapa bulan lagi, aku tentu akan mengundang kalian datang kegunung Thay-san untuk mengadakan pemilihan Ketua Dunia Persilatan !"
Habis berkata ia teras melesat pergi. Si 'Naga-terbang-mata-satu ternyata sejak Hiang Hian niocu dan ketujuh muridnya tiba, diam2 sudah ngacir pergi.
"Adakah niocu juga akan bersembahyang kepada jenazah Kim tayhiap ?" seru Hui Gong taysu
"Benar, taysu," seru Hiang Hiang niocu tersenyum, "duapuluh tahun yang lalu Kim tayhiap! pernah berjanji kepadaku. Dia bersumpah apabila ingkar janji, ia rela tubuhnya hancur menjadi abu ... "
"Adakah Kim tayhiap ingkar janji ?"
"Benar, dia memang ingkar janji, oleh karena itu akupun harus melaksanakan sumpahnya.'
Hui Gong taysu pucat seketika ....
-ooOdwOoo-
bersambung jilid 2
STOP ! ! !
1. Apa yang akan dilakukan Hiang Hiang niocu terhadap jenazah Kim Thian-cong ?
2. Jenazah Kim Thian-cing, lenyap !
3. Si Blo'on akan muncu!. * Jilid 1 lebih ramai dan seru.

No comments:

Post a Comment